Golden Eyes atau mata emas merupakan hal yang sangat dicari oleh The Darkest —orang yang memilki kemampuan melebihi manusia normal, tetapi tidak abadi seperti Golden Eyes.

Pemilik Golden Eyes memiliki beberapa tipe :

Pertama, pemilik Golden Eyes murni.

Murni di sini maksudnya pemilik Golden Eyes mendapatkannya karena keturunan dari orang tuanya.

Kedua, pemilik Golden Eyes tidak murni.

Pemilik ini mendapatkan Golden Eyes hasil dari merebut paksa dari pemilik murni. Orang yang termasuk pemilik Golden Eyes tidak murni biasanya merupakan anggota The Darkest.

Ketiga, pemilik Golden Eyes peralihan.

Pemilik ini mendapatkan Golden Eyes karena diberikan langsung oleh pemilik terdahulu.

Sebagai Golden Eyes:

Seorang pemilik Golden Eyes tidak bisa bersanding dengan manusia normal. Jika salah satu di antara kalian melanggar, tak apa. Bersiaplah atas kematian orang yang kalian cintai, nanti.

Catatan:

- Kau akan abadi jika kau pemilik Golden Eyes.

- Pemilik Golden Eyes hanya abadi, sedangkan kemampuannya sama seperti manusia normal, tetapi bisa ditingkatkan untuk melebihi The Darkest.

- Hanya The Darkest yang mengetahui cara merebut paksa Golden Eyes.

- Memberikan Golden Eyes pada orang lain tidak ada cara khusus, tanyakan pada hatimu bagaimana caranya.

Pesan :

Hanya pemilik Golden Eyes yang bisa membaca ini, jadi siapa pun kau yang tengah membaca ini pastilah pemilik Golden Eyes. Satu pesanku, jaga dengan baik apa yang telah menjadi milikmu.

Salam, Yui manusia pertama pemilik Golden Eyes.

Aku kembali menggulung kertas kusam yang dimiliki setiap Golden Eyes secara turun-temurun. Aku menunduk lesu kemudian menghela napas lelah sembari berucap lirih, "Kenapa harus aku?"

Sungguh, aku tak ingin abadi. Aku tak ingin hidup seperti ini, selalu dicari ke mana pun aku pergi. Lebih baik aku menjadi gadis normal, hidup dengan damai tanpa harus memikirkan tempat persembunyian yang aman.

Aku membenci seseorang yang telah memberikan mata ini, seseorang yang membuatku harus meninggalkan satu-satunya teman hidup yang aku miliki, William. Mengingat William aku jadi teringat perkataan wanita yang memberikan mata ini, tepat di hapadan William. Katanya, "Maafkan, Aku. Seorang Golden Eyes tidak bisa bersanding dengan manusia normal. Karena, energi yang dimiliki manusia normal akan terserap oleh orang pemilik Golden Eyes, sehingga manusia normal itu mati lebih cepat."

Bukankah itu tandanya ia egois? Kenapa memberikan mata ini kepadaku jika ia tahu aku dan William harus berpisah?

Tak.

Aku tersentak kala sebuah anak panah menancap pohon tempat aku bersandar hingga menggores telingaku menimbulkan rasa perih. Aku bergegas menaiki kudaku dan mengendarainya secepat yang aku bisa. Berkali-kali aku harus belok mendadak untuk menghindari pohon yang menghalangi jalanku. Ranting pohon yang menggores kulit dan wajahku tidak aku hiraukan, yang aku pikirkan hanya lolos dari kejaran The Darkest.

Tak.

"Akhh...." Aku berteriak ketika anak panah mengenai kudaku hingga aku harus terjatuh. Tak ingin membuang-buang waktu, aku segera bangkit dan berlari sambil menahan rasa sakit di lenganku akibat terjatuh tadi.

Aku mengulas senyum tipis ketika mataku menemukan tempat yang tepat untuk lolos dari kejaran The Darkest. Seperti Golden Eyes yang memiliki kelemahan karena kemampuannya sama seperti manusia normal jika tidak ditingkatkan, The Darkest pun memiliki kelemahan yaitu, cahaya matahari.

Dengan pasti aku berlari menuju danau yang di sekitarnya hanya rerumputan tanpa pohon menjulang tinggi hingga cahaya matahari dengan leluasa menyinarinya. Aku berlari hingga tubuhku melayang di atas danau dan terjatuh ke dalamnya sedetik kemudian. Luka gores di tubuhku mengenai air danau yang dingin membuat rasa ngilu menjalar menimbulkan sensasi merinding. Kedua tanganku bergerak hingga aku mencapai permukaan, aku memandang orang-orang The Darkest yang berlari pergi bersama kudanya.

Merasa keadaan aman, aku segera ke tepi danau berjalan dengan susah payah karena gaun yang aku kenakan basah kuyup membuatnya terasa berat untuk dipakai.

"The Darkest nyaris membuatmu mati, ya?" Aku menoleh ke sumber suara dan kutemukan seorang gadis yang tengah mengelilingi danau dengan kudanya sambil menembak anak panah yang tepat mengenai sasaran. Aku terus memandanginya, panah itu tak pernah melesat dari sasarannya. "Aku abadi," ucapku menjawab pertanyaanya.

"Tapi The Darkest bisa mengambil matamu dan membunuhmu, 'kan?"

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Sahabatku baru saja menjadi Golden Eyes dan ia segera menceritakan isi kertas kusam yang katanya dimiliki Golden Eyes secara turun-temurun."

"Energimu tidak terserap?"

"Dia menjaga jarak dariku, walau begitu aku tak peduli jika harus mati."

"Dia sahabatmu, tapi kau mencintainya, ya?"

Gadis itu terdiam terlihat enggan menjawab pertanyaanku. Tanpa bisa kukontrol bibirku berucap, "Apa kau mau menjadi Golden Eyes? Agar kau bisa bersama sahabatmu."

Gadis itu menatap kearahku penuh minat kemudian memicingkan mata curiga sambil berkata, "untuk apa kau memberikan Golden Eyes-mu padaku?"

Aku tersenyum, rupanya ia menangkap maksud dari ucapannya dengan baik. "Karena kekasihku manusia."

"Siapa yang tidak ingin bersama seseorang yang dicintainya?" Aku tersenyum mendengar pertanyaannya, aku tahu itu tandanya ia menyetujui tawaranku.

Aku menariknya mendekat hingga pandangan kami bertemu, aku menatap matanya dengan tatapan kosong. Gadis itu merintih kesakitan dengan tetap memaksakan matanya agar menatap mataku. Aku dengan sukarela memberikan Golden Eyes milikku pada mata yang tengah aku pandang , batinku hingga akhirnya gadis di depanku memejamkan mata rapat-rapat, ketika ia membuka matanya Golden Eyes-lah yang aku lihat.

Kami saling melontarkan senyuman, "Aku harus keluar dari hutan ini, menemui kekasihku."

"Aku antar, dengan menjaga jarak."

Dia benar-benar mengantarku, mengawasiku jauh di belakangku. Mendekati perbatasan antara hutan dan wilayah penduduk mataku menemukan punggung tegap seseorang yang sangat aku kenali. Aku segera berlari menghampiri punggung tegap itu sambil berteriak, "William!"

Ketika pemilik punggung tegap itu berbalik ia terhuyung ke belakang akibat pelukanku yang tiba-tiba.

"Leena," gumamnya sambil memeluk tubuhku erat.

"Leena aku mencintaimu."

"Aku juga," balasku.

"Leena, sekarang kita bisa bersama. Aku pemilik Golden Eyes."

Deg . Dadaku terasa sesak.

Air mataku luruh mendengar penuturannya, tanganku mencengkeram bajunya erat. Dia melepas pelukan kami dan matanya bergeming kala menatap manik mataku yang berwarna biru. "Kau ... matamu." Dia berucap dengan tangan bergetarnya meraba-raba kelopak mataku.

Dia menempelkan keningnya ke keningku. Air matanya ikut luruh, mengalir bersama air mataku. Aku benci takdir, sangat membencinya.

"William."

Suara itu membuat kami —Aku dan William— menoleh masih dengan tangan william menangkup kedua pipiku. Seseorang yang memanggil William adalah gadis yang menerima Golden Eyes -ku, gadis itu menatapku datar kemudian berucap, "dialah sahabatku, William."

***

Golden Eyes

Penulis: Cr-Azy

Artworker: Nadykeyr