"Aku mencintaimu Zein, dan aku juga merindukanmu, merindukan kita." Aca berbicara dengan nada pilu dan pandangannya kosong seperti menjelaskan bahwa semua ini tidak adil bagi dirinya.
Tok ... tok ... tok!
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar yang membuat Aca segera menghapus air matanya dan berjalan pelan kearah pintu. Ia berfikir bahwa yang mengetuk pintu adalah pembantunya, Bi Dasih. Namun, saat Ia membuka pintu ... BOOM!
Seorang pria yang sangat Ia kenal, tiba-tiba datang menyekap Aca sehingga membuatnya hilang kesadaran.
Di sebuah gedung yang gelap dan sunyi menjadi tempat penyekapan Aca. Aca terbangun dan menyadari bahwa tangan dan kakinya sudah terikat kuat oleh tali yang tebal. la menatap sekeliling ruangan dengan rasa takut.
Tuk ... tuk ... tuk.
Terdengar suara langkah kaki seseorang membuat rasa takut Aca semakin menjadi-jadi. Ia yakin dengan beratus-ratus persen bahwa suara langkah kaki itu adalah milik mantan kekasihnya, Zein.
Suara langkah kaki itu semakin mendekat, Aca dengan rasa takut, mencoba membuka tali di kakinya menggunakan mulut, namun tak bisa Ia jangkau karena kakinya terlalu panjang untuk digapai. Pintu mulai terbuka membuat Aca membelalakan matanya takut, tubuhnya mulai bergetar dengan hebat. Dugaannya benar. Penculiknya adalah Zein.
"Z-Zein, me-mengapa kamu membawaku ke tempat ini? Apa yang kamu inginkan dariku? Belum cukupkah kamu mengkhianatiku dulu?" Aca memberanikan diri untuk bertanya pada Zein.
Zein berjalan menampakkan senyum liciknya. Saat tiba di hadapan Aca, Zein berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan Aca.
Ia memegang dagu Aca. "Apa yang aku inginkan? Hmm ... aku ingin ... ah ya, kamu salah jika berpikir bahwa aku mengkhianatimu. Karena nyatanya? Kamulah yang meninggalkanku. Kamu egois, Ca." Zein melepas dagu Aca dengan kasar membuat Aca meringis.
"Kamu yang egois! Aku tidak pernah meninggalkanmu. Kamu berkhianat Zein. Kamu berselingkuh dengan Reisya." Aca menundukkan kepalanya sambil menggigit bibir bawahnya, menahan supaya air matanya tidak jatuh.
Zein membelalakan matanya dan segera mengeluarkan pisau yang Ia sembunyikan di balik bajunya. Zein mengarahkan pisau itu ke leher Aca.
"Aku tidak pernah berhubungan dengan Reisya! Kamu menyebarkan cerita karanganmu itu kepada banyak orang. Kamu membuatku mendapat kritikan dari banyak orang yang bilang bahwa kamu gila gara-gara aku! Padahal akulah korban yang sebenarnya. Dan kamu harus mati karena telah menjadikanku korban!" Zein menurunkan pisaunya dan mengarahkannya pada betis Aca dan menggoresnya dengan kasar sembari menampilkan senyum liciknya. "Aku bisa saja langsung membunuhmu, tapi aku ingin melihatmu menderita terlebih dahulu."
"Zein ... Aku mohon maafkan aku. Mari kita selesaikan masalah ini secara baik-baik karena aku juga berada di posisi yang sama sepertimu." Aca menangis memohon pada Zein supaya Ia dibiarkan hidup.
Namun, Zein yang sudah terbakar emosi kembali mengarahkan pisau ke tangan kanan Aca yang terikat itu dan memotongnya dengan kasar sambil berbicara, "Ini yang kumaksud baik-baik versiku! Kamu paham?!"
Aca menutup matanya dan menjerit kesakitan. Ia tak berani melihat tangannya yang sudah tinggal sebelah. Zein menyentuh lembut darah yang ada di pisau, melihat Aca sembari tertawa.
"Ze-Zein ... Jika kamu merasa akulah yang salah, tolong maafkan aku. Ma-maafkan ... aku...." Aca tak dapat membendung air matanya lagi, Ia mulai menangis.
"Maaf? Maaf saja tidak cukup!" Pisau tajam itu kembali terarah pada leher Aca dan Aca pun terkejut. "Ah tenanglah, aku tidak akan terburu-buru membunuhmu. Seperti yang aku katakan tadi, aku akan membuatmu menderita terlebih dahulu sebelum kamu mati."
Aca semakin takut, kakinya Ia gerakan berusaha melepas tali di kakinya itu. Seketika Ia terpikir sesuatu. Tangannya yang tinggal sebelah itu, bisa dipakai untuk membuka tali. Namun, tangan kirinya tidak bisa Ia gerakan. Saat mencoba menggerakan tangan kirinya, seluruh tubuh Aca melemas membuat tak berdaya dan Ia kembali kehilangan kesadarannya.
Zein yang melihat Aca terjatuh ke lantai segera memeriksa detak nadi Aca. Zein terkejut ketika mengetahui bahwa tidak terasa denyut nadi di arteri Aca. "Ah sial, dia sudah mati sebelum aku membunuhnya."
Zein kesal karena Aca mati sebelum Ia benar-benar menancapkan pisau di jantungnya. Ia meninggalkan Aca di tempat itu sendirian, agar tidak ada yang mengetahui bahwa dialah penyebab kematian Aca. Zein yakin bahwa Aca mati karena kehabisan darah dari tangan dan betisnya dan Ia kurang cepat karena hal itu.
***
KILLED BY THE PAST
Penulis: Marsyasp
Artworker: Cochobear23