"Di balik setiap masalah, selalu ada kebahagiaan yang menunggu."

Siapa yang menyangka bahwa mantan pacar Salena menikah dengan sahabatnya sendiri? Tetapi siapa yang dapat menyangka lagi, Tuhan memberikan anugrah yang lebih besar?

===

"Selamat pagi, Dokter Salena."

Salena Cordelia. Seorang gadis berumur 21 tahun, tetapi telah meyandang gelar dokter. Ya, Salena merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan.

Salena tersenyum manis pada suster yang baru saja menyapanya. Ia berjalan mantap menuju ruang kerjanya.

"Hari ini ada delapan orang yang telah membuat janji, Bu."

"Jam berapa, Sus?" tanya Salena seraya memakai jas putihnya.

"Atas nama Rena, sudah ada di depan."

Salena mengangguk. "Suruh dia masuk."

Suster itu mengangguk lalu keluar dari ruangan. Detik kemudian, seorang perempuan dan laki-laki masuk ke dalam ruangannya.

Salena tersenyum manis. "Selamat pagi, bu. Ada yang bisa saya bantu?"

***

Salena menghela napas lelah setelah seorang pasien yang entah sudah ke berapa, keluar dari ruangannya. Ia menatap Suster Marion yang sedang fokus membaca daftar janji pasien.

"Berapa pasien lagi, Sus?" tanya Salena seraya meminum susu coklatnya.

"Ada satu lagi, Dok. Tapi itu adalah rekomendasi dari Dokter Jason dan beliau juga datang menemani pasien."

Salena mengernyit. "Dokter Jason? Siapa?"

"Dia dokter onkolog dari Rumah Sakit Harapan Kita," jawab Suster Marion.

"Aneh, mengapa seorang dokter onkolog datang kemari?" gumam Salena heran. "Suruh dia masuk."

Suster Marion langsung menjalankan perintah Salena. Beberapa saat kemudian, terdengar suara decitan pintu.

"Selamat sore, Dokter Salena."

Salena mengangguk seraya mengangkat kepalanya. Matanya membulat sempurna melihat siapa yang berdiri di depannya. Rasanya ingin menenggelamkan diri dalam samudra pasifik sekarang juga.

"A-Alex ... Vivian ... Jason?" panggilnya tergagap.

"Salena? Aku tak menyangka kau menjadi seorang dokter," ujar Vivian yang juga tampak terkejut.

Salena hanya tersenyum kaku menanggapinya. "Ada keperluan apa kemari?"

"Tentu saja ingin mengecek kandunganku."

Salena mengangguk seraya mempersilahkan mereka duduk. Salena medadak menyadari satu hal. "Jason? Kau juga seorang dokter?" tanyanya kaget.

Jason mengangguk dengan senyuman lebar. Ia bahkan mengambil kursi dan duduk di sebelah Salena.

"Kami sungguh tidak menyangka kalian berdua menjadi seorang dokter," kata Alex terkejut.

"Dan kami juga sungguh tidak menyangka mantan kami menikah dengan sahabat kami sendiri," balas Jason santai. Walau dalam hatinya, ia sangat ingin menghajar wajah Alex.

Salena mematung. Ia melihat Alex dan Vivian yang juga menegang di tempatnya. Jadi sekarang mereka merupakan sepasang suami istri?

"Huh ... lupakan! Aku tidak peduli dengan para pengkhianat!"

Salena menelan salivanya susah payah. "Jadi ada apa kalian ke sini?"

Jason menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Jadi Vivian sedang mengandung. Kandungannya sudah 8 bulan 13 hari. Kemarin ia datang ke Rumah Sakit Harapan Kita untuk mengecek kandungannya, tetapi ada sesuatu yang aneh. Di rahimnya terdapat sesuatu yang menggumpal dan ternyata itu adalah tumor," jelas Jason mencoba profesional.

"Rumah sakit kami belum mempunyai alat yang memadai karena jarang kedatangan pasien yang mengecek kandungan. Jadi direktur kami menyuruhku untuk merekomendasikan mereka sekaligus bekerja sama denganmu."

Salena mengerutkan dahinya. "Tumor?"

Jason mengangguk lalu menyodorkan hasil USG rahim Vivian. Salena melihat hasil USG itu dengan teliti.

"Aku belum pernah melihat yang seperti ini."

"Tentu saja, ini salah satu tumor yang langka," jawab Jason seraya menatap sekeliling ruang Salena.

"Kau memiliki ruangan dengan fasilitas yang lengkap."

Salena mendengus geli. "Jadi apa yang harus kita lakukan?"

"Kau melakukan pekerjaanmu dan aku melakukan pekerjaanku." Jason tersenyum miring lalu melanjutkan, "Secara bersamaan."

***

Salena keluar dari ruang operasi dengan perasaan lega. Ia melirik Alex yang duduk di ruang tunggu dengan perasaan gelisah. Salena cukup kecewa dan terkejut ketika mengetahui mantan pacarnya dan sahabatnya telah menikah sejak dua tahun yang lalu.

"Sakit hati, Mbak?"

Salena tersentak kaget, ia menoleh lalu tersenyum tipis mendapati Jason yang berdiri di sebelahnya.

"Tidak! Aku hanya terkejut," jawab Salena seraya berjalan mendahului Jason.

"Kenapa kau menjadi seorang dokter? Seingatku kau dulu adalah dancers sekolah. Bahkan banyak yang menjadikanmu sebagai idola mereka, termasuk aku."

"Rahasia keluarga," jawab Salena singkat. Malas rasanya kalau harus membahas impiannya ini. "Dan kau? Kenapa kau menjadi seorang dokter? Dulu kau adalah gitaris band sekolah, 'kan? Kalau tidak salah."

"Kau tahu aku?" tanya Jason tampak terkejut.

Salena berdecak. "Tentu saja. Dulu hampir setiap hari Vivian bercerita tentangmu. Sampai telingaku rasanya akan tuli."

Jason tertawa. "Bagus kalau begitu. Kita tidak usah melakukan pendekatan dari awal lagi karena kau telah mengenalku dan aku mengenalmu."

"Apaan sih?" gerutu Salena.

Mereka berdua memasuki area kantin rumah sakit khusus dokter. Salena duduk di salah satu meja itu disusul dengan Jason.

"Kau tidak menyukaiku?"

Salena berdecak. "Kau kenapa sih?"

"Ingin mendekatimu."

Salena melebarkan matanya tak percaya. "Dengan blak-blakkan seperti ini?"

Jason tersenyum lebar, ia mengangguk semangat. "Kau tahu, kita sudah besar. Rasanya tidak cocok lagi kalau harus malu-malu."

Salena mendengus. "Tapi tetap saja."

"Bagaimana perasaanmu ketika tahu mantan pacarmu telah menikah dengan sahabatmu? Bahkan telah mempunyai anak?"

Salena menunduk. "Tentu saja terkejut. Sahabat yang aku percayai, bahkan aku sering curhat padanya tentang Alex. Tapi siapa sangka semuanya akan seperti ini?" Salena mendesah kecewa.

"Kau tahu mereka sudah berhubungan jauh sebelum kalian putus?"

Salena melebarkan matanya. Ia mengangkat kepalanya, menatap Jason serius. "Maksudmu?"

Jason tersenyum kecut. "Mereka selingkuh dari kita, Salena."

Salena terdiam. Rasanya sakit ketika mengetahui mantan pacar kalian selingkuh dengan sahabat kalian sendiri. Benar kata orang, musuh terbesar adalah orang terdekat.

"Tapi lupakan. Bisakah kita fokus pada pendekatan kita?"

Salena berdecak. "Bisakah kau berhenti bercanda dan menggodaku?"

"Aku tidak bercanda. Aku serius ingin mendekatimu," kata Jason mendadak serius.

Salena menggigit bibirnya ketika melihat Jason yang menatapnya intens.

"Jangan menatapku seperti itu," suruh Salena.

Jason terkekeh geli. "Kenapa? Kau terbawa perasaan?"

Salena berdecak lalu bangkit dari kursinya. Ia mengambil dua minuman botol dari mesin pendingin dan kembali ke kursinya.

"Minumlah dan berhenti mengoceh tak jelas." Salena menyodorkan sebotol minuman yang ia ambil pada Jason.

"Calon istriku sangat perhatian," goda Jason lagi.

"Kau mau kubunuh?"

Jason tersenyum miring. "Lihat! Bagaimana seorang dokter mengancam orang lain?"

Salena berdecak, ia bangkit berdiri. "Jika kau benar-benar berniat mendekatiku, maka datanglah malam nanti. Restoran Soul Me, jam 7 malam," katanya lalu berjalan meninggalkan Jason yang tersenyum miring.

***

"Kukira kau hanya membohongiku," kata Jason ketika Salena datang dengan sebuah dress yang terlihat cocok di tubuhnya.

"Aku tidak pernah berbohong."

Salena duduk di hadapan Jason. Ia melihat-lihat buku menu seraya berpikir apa yang akan ia makan malam ini.

"Kau tampak sangat cantik malam ini."

Deg!

Salena merasa pipinya memanas. Ia mengangkat buku menu untuk menutupi wajahnya yang memerah bak kepiting rebus.

"Kau kenapa?" tanya Jason pura-pura bodoh atau sebenarnya memang bodoh.

"Aku? Sedang melihat buku menu."

"Kenapa wajahmu di tutup? Aku ingin melihat wajah cantikmu," kata Jason seraya menurunkan buku menu dari wajah Salena.

Jason terkekeh kecil ketika melihat wajah Salena yang sangat merah. Ia sangat senang melihat Salena salah tingkah akibatnya. Mereka memesan makanan pada pelayan. Setelah pelayan pergi, Jason kembali menatap Salena dengan tatapan jahil.

"Mengapa au tampak gugup, Nona?"

Salena berdecak. "Diamlah, Mr. Lukman."

"Baiklah, Mrs. Lukman."

Salena melotot kaget. "Apa-apaan? Namaku Salena Claretta Dervin," protesnya.

"Tapi setelah kau menikah denganku, maka namamu akan berubah menjadi Salena Claretta Lukman."

Blush....

Lagi-lagi, pipi Salena memerah. Entah sudah berapa kali pipi Salena memerah karena godaan Jason hari ini.

"Kau sakit? Kenapa pipimu sangat merah?"

"Berhentilah menggodaku, Jason Lukman. Ini peringatan terakhir."

Jason tertawa. "Baiklah-baiklah. Jangan marah."

"Jadi maukah kau bercerita mengapa akhirnya kau bisa menjadi seorang dokter?"

Salena menunduk lalu mendengus kecil. "Kedua orangtuaku tidak membolehkanku menjadi seorang dancers. Kata mereka pekerjaan itu tidak menjamin masa depan. Aku sudah berusaha mati-matian untuk meyakinkan kedua orangtuaku, tapi tetap saja mereka tidak mengizinkan. Dan akhirnya ya seperti ini."

"Tetapi lama-kelamaan aku sudah terbiasa dengan pekerjaan ini. Melihat bagaimana bahagianya tiap orangtua melihat bayinya yang baru lahir membuatku juga bahagia."

Jason tersenyum tulus. "Mengapa kisah kita begitu sama? Dari mantan pacar kita yang menikah dengan sahabat kita sendiri lalu tentang impian kita."

"Orangtuaku juga tidak mengizinkanku untuk menjadi seorang musisi. Bahkan sadisnya, mereka menculikku dan membawaku ke luar negeri."

Salena bergidik ngeri. "Diculik? Apakah itu tidak terlalu berlebihan?"

Jason mendengkus geli. "Sangat. Aku sangat marah saat itu, tetapi sekarang tidak lagi. Karena jika mereka tidak menculikku dan menyekolahkanku menjadi seorang dokter, maka aku tidak akan dapat bertemu denganmu."

Salena menggigit bibirnya malu, mengapa lelaki di hadapannya ini sangat pintar merangkai kalimat-kalimat romantis?

Tak lama kemudian, pelayan datang dengan pesanan mereka. Salena mengernyit lalu berujar, "Cake dan wine? Maaf, tapi kita tidak memesan itu."

"Aku yang pesan," kata Jason lalu menatap pelayan itu, "Kalian boleh pergi."

Salena menatap Jason heran. "Untuk apa itu?"

"Apa kau terlalu sibuk hingga lupa dengan hari ulang tahunmu?" tanya Jason santai.

Salena melebarkan matanya. "Oh iya! Hari ini adalah hari ulang tahunku. Pantas saja kemarin Ibu menyuruhku untuk ke rumahnya."

Jason terkekeh geli. "Selamat ulang tahun, Salena Claretta Lukman."

Salena berdecak. "Berhentilah memanggilku seperti itu."

"Kenapa? Sebentar lagi juga namamu akan berubah menjadi seperti itu," ujar Jason seraya mengeluarkan sebuah kotak dari sakunya.

"Salena, will you marry me?"

Salena menelan salivanya susah payah. Dirinya terlalu kaget saat ini, melihat seorang lelaki yang baru dekat dengannya satu hari ini malah melamarnya.

"Kau serius, Jason?"

Jason mengangguk mantap. "Tentu saja. Aku yakin aku dapat menjagamu sebagai istriku."

"Tidak, maksudku apakah kau yakin melamarku? Kita baru hari ini saling mengenal."

Jason menghela napas. "Kita sudah saling mengenal sejak SMA, Salena. Bedanya saat itu status kita hanya sekedar teman pacar kita."

"Dan aku yakin mengenai melamarmu. Aku sudah menyukaimu jauh sebelum berpacaran dengan Vivian. Tetapi aku menyerah ketika melihatmu berpacaran dengan Alex yang sempurna."

"A-apa maks---"

"Aku memang bukan ketua osis, kapten basket, dan lelaki tertampan di sekolah kita dulu seperti mantan pacarmu Alex. Tetapi percaya padaku, Aku akan berusaha semampu mungkin melindungimu dengan nyawaku. Jadi Salena Claretta Dervin, maukah kau menikah denganku?"

Tanpa Salena sadari, air matanya mengalir begitu saja di pipinya. Ia mengangguk sebagai jawaban. "Of course, I will!"

Jason bangkit dari duduknya, ia memeluk Salena erat. Ia mengecup kepala Salena cukup lama.

"I love you, my future wife."

TAMAT

 

Biodata Penulis:

Evelyn Agnestasia, pemilik dari nama pena chocogirlzz. Lahir di Kota Medan pada tanggal 02 Desember 2003, tetapi kini menetap di Kota Palembang. Merupakan pecinta semua lelaki tampan. Ia juga menyukai cerita bergenre romance, fantasi, dan misteri. Baginya, menulis adalah satu-satunya cara baginya untuk menyalurkan isi kepala. Untuk karyanya yang lain, kalian bisa mengecek akun Wattpad @chocogirlzz