Cermin, teman yang paling setia. Kenapa? Karena di saat kita tersenyum ia ikut tersenyum. Namun di saat kita bersedih, ia tidak akan menertawakan.
==========
Lahir dari kesalahan,
tumbuh dengan luka, dibesarkan oleh amarah. Itulah kehidupanku. Setiap hari
yang aku lakukan hanya duduk sambil menatap cermin. Mataku yang semakin keruh,
juga rambut yang hampir habis karena terus kusisir. Aku ingin berubah, tapi
tidak tahu harus memulai dari mana.
Aku ingin bertukar peran dengan ia yang ada di dalam cermin. Yang lebih pandai tersenyum, tertawa, bahkan dalam keadaan terpuruk sekalipun.
"Mau bertukar peran denganku?" gumamku. "Kamu hebat. Kamu bisa tertawa, tersenyum, tidak pernah bersedih."
Selalu saja tidak ada jawaban. Ia tetap diam, namun mulutnya mengalun seperti mengikuti semua ucapanku.
***
Aku tidak sekolah,
tidak punya teman, bahkan aku diasingkan oleh keluargaku sendiri. Aku hanya
sendiri di sini. Ditemani oleh dia yang terus menatapku dengan pandangan keruh.
Aku berjalan menghampirinya, lalu mengambil sisir. Menyisir kembali rambutku yang lusuh.
"Aku ingin merasakan dunia luar, aku ingin keluar dari rumah ini."
Tanpa diduga, dia yang di dalam sana menjawab.
"Ambil kertas, pulpen, lalu tulis semua keinginanmu di sana," perintahnya.
"Kamu berbicara?"
"Turuti perkataanku."
"Baiklah." Aku bergegas mengambil apa yang di suruh. Lalu kembali duduk di hadapannya.
"Apa yang harus aku tulis?" tanyaku.
"Besok pergantian tahun, tulis semua yang ingin kamu capai di tahun yang baru."
"Lalu?"
"Tulis apa yang ingin kamu capai dan yang ingin kamu buang. Semoga kelak ada seseorang yang bisa membantu kamu mencapai semuanya, juga semoga semua kesedihan itu cepat berlalu."
"Setelah itu?"
"Lipat kertas yang berisi semua kesedihanmu, menjadi sebuah perahu kertas. Lalu hanyutkan di sungai. Agar ia ikut hilang terbawa oleh arusnya yang deras."
"Lalu bagaimana dengan kertas yang berisi semua keinginanku?" tanyaku.
"Lipat menjadi sebuah burung kertas, lalu terbangkan. Semoga Tuhan bisa mengabulkannya segera."
"Apa itu bisa menjadi kenyataan?"
Hening. Dia tidak menjawab lagi pertanyaanku, baiklah aku akan mencoba apa yang dia suruh.
***
Tengah malam, di malam
pergantian tahun, langit sedang ramai-ramainya diisi oleh ribuan kembang api
yang menyala serentak. Menimbulkan suara bising yang indah.
Aku menggenggam dua buah kertas ditanganku. Satu berbentuk perahu kertas, satunya lagi juga berbentuk perahu kertas. Kenapa aku tidak membuatnya menjadi burung kertas? Karena menerbangkan terdengar tidak mudah, ia pasti akan langsung jatuh ke tanah karena gravitasi yang kuat. Tapi menghanyutkan, sepertinya itu terdengar sangat mudah.
Semua kesedihan dan
keinginanku biarlah ikut hanyut. Karena, kalau sudah waktunya aku bahagia,
surat yang berisi keinginanku pasti akan ditemukan oleh orang yang tepat.
Namun, jika ia ikut hanyut dengan semua kesedihanku, biarlah. Aku sudah
pasrah.
"Untuk semua kesedihan, terima kasih sudah memberikan luka yang sangat dalam kepada gadis lemah sepertiku. Hanyutlah, jangan pernah kembali lagi. Kumohon."
Perahu berisi kesedihan itu mulai berjalan terbawa arus sungai, ia semakin menjauh dan tidak terlihat. Semoga akan segera hilang pula dari kehidupanku.
"Untuk semua keinginanku, ikut hanyutlah. Aku sudah pasrah. Kalaupun aku beruntung, kita pasti akan dipertemukan. Pasti akan ada orang baik yang mau membantu aku."
Perlahan-lahan, perahu itu mulai berjalan. Sewaktu-waktu perahu kertas itu bisa hancur oleh air, karena ia hanya sebuah kertas. Tapi, aku berharap agar perahu berisi semua keinginan itu bisa ditemukan oleh orang baik sebelum hancur.
Malam sebentar lagi berganti pagi, kembang api yang tadi ramai juga sudah mulai sedikit. Aku memutuskan untuk segera pulang sebelum pagi menyapa.
***
Tok ... tok...!
Siapa yang pagi-pagi sudah berkunjung? Tidak biasanya. Ini merupakan pertama kalinya pintu rumahku ada yang mengetuk.
"Shalom," sapa seorang lelaki ketika aku membuka pintu. Siapa lelaki ini?
Aku hanya tersenyum, bingung juga harus menjawab apa. "Kamu siapa?" tanyaku langsung.
"Seseorang yang akan mengabulkan keinginan kamu," kata lelaki itu. Ia tampak gagah menggunakan kemeja kotak-kotak yang digulung bagian tangannya.
"Secepat ini?" gumamku.
"Percaya padaku, aku tidak akan main-main dalam hal seperti ini. Aku sudah lama mencari gadis sepertimu, puji Tuhan sekarang aku dipertemukan."
Aku memang ingin bahagia, aku tidak ingin menderita. Tetapi, apa aku bisa berbahagia dengan seseorang yang tidak seiman denganku? Tidak apa-apa, aku hanya ingin bahagia.
"Aku menemukan perahu kertas ini di sungai, tepat pada pergantian tahun semalam. Ini milikmu, kan?"
Aku mengangguk saja. Canggung sekali rasanya berinteraksi dengan lawan jenis seperti ini, karena ini pertama kalinya bagiku.
"Silahkan masuk," ujarku. Dia hanya mengangguk mengiyakan.
"Aku sudah membaca semua keinginan kamu, mungkin aku bisa jadi orang baik yang kamu maksud. Jadi, izinkan aku mengabulkannya, ya?"
"Kau ... yakin?" tanyaku ragu.
"Aku sudah bilang, aku tidak akan main-main dalam hal seperti ini, aku juga sama sepertimu. Jadi, mari kita berbagi masalah. Agar beban di pundak kita berdua segera menghilang."
"Baiklah, aku izinkan."
***
Semakin lama, aku
semakin lupa dengan rasa sakit berkat lelaki itu. Dia selalu menghiburku, tidak
membiarkanku menangis. Aku senang, akhirnya aku bisa mempunyai seorang teman
juga.
"Sudah waktunya kamu bahagia, berbahagialah. Walaupun terdapat perbedaan di antara kalian. Namun, kau harus yakin. Bahwa sujud dan genggaman tangan kalian pasti akan bertemu di amin yang sama."
Aku tersenyum mendengar penuturan dia, dia yang selama ini menjadi diriku yang lain. Ya, dia cermin. Saat aku sedih, dia ikut sedih. Begitupun ketika aku senang, dia ikut senang.
"Terima kasih, cermin. Berkat perahu kertas itu aku bisa bahagia sekarang. Walaupun berbeda, tetapi aku senang. Dia baik, dia tidak membiarkanku menangis, dia perfect!"
"Bersenang-senang lah dengan dirimu yang baru, biar semua kesedihan itu ada pada diriku saja. Kamu berhak bahagia."
"Terima kasih, cermin."
Perahu kertas, dia benar-benar melenyapkan kesedihanku dan mendatangkan kebahagiaan. Tidak tahu kalau aku tidak menuruti perkataan cermin saat itu, mungkin sekarang aku masih menjadi gadis kesepian yang menyedihkan.
Dia benar, aku pantas bahagia. Lahir dari sebuah kesalahan bukan berarti aku harus menderita, aku juga berhak bahagia.
Instagram: @ekaaaa24__
Wattpad: @EkaRostiawati_
Tulisan lainnya yang masih seumur jagung bisa dilihat di akun Wattpad di atas. Terima kasih.
cover edited by Agustnq
0 Komentar
Yuk kita beropini mengenai isi post-nya~