Berdiam atau bertindak; salah satu prinsip yang kubangun demi menangkap hacker si biang onar maskapai penerbangan.

==========

 

Setelah menerima telepon darurat dari atasanku, aku bergegas pergi ke kantor pusat maskapai penerbangan untuk membahas masalah yang baru terjadi beberapa menit lalu.

Teleponku kembali berbunyi, aku menyambungkannya ke headset dan mendengarkan suara atasanku yang tampak panik.

"Cepatlah datang Reynald! Kita harus cepat kalau tidak mau kebobolan lagi! Hacker itu sudah mencuri data-data pengguna maskapai penerbangan."

"Tenangkan dirimu Pak Johnny, aku dalam perjalanan. Aku akan sampai setengah jam lagi. Tunggu aku," ujarku lalu memutuskan sambungan telepon sepihak.

Setelah sampai di lokasi, aku melihat banyak orang hilir mudik ke sana ke mari sambil menggenggam telepon masing-masing. Aku melihat Pak Johnny sedang berteriak di telepon dengan nada tak bersahabat, akhirnya kuputuskan datang menghampirinya.

"Reynald, kau sudah datang? Aku baru saja menghubungi semua pengguna yang datanya sudah dicuri dan melaporkannya ke pihak berwenang, termasuk Information Commissioner's Office Indonesia. Masih tidak ada kabar terbaru, aku bingung sekali."

Aku mengangguk paham dan kembali menatap Pak Johnny yang masih cemas tak terkendali.

"Sebaiknya Bapak memerintahkan pihak management untuk menghubungi bank atau penerbit kartu kredit untuk meminta saran tindakan yang harus dilakukan ke depannya. Sebab, kita tidak mungkin hanya mengandalkan pihak berwenang, apalagi yang dicuri berupa data pribadi dan keuangan. Hacker itu pasti akan menyalahgunakan bila berhasil meretasnya."

Pak Johnny tampak setuju lalu berlalu menghubungi pihak management. Aku kini beralih ke Tio, salah satu temanku yang menangani masalah ini. Tio memegang kendali semua informasi para pengguna dan merahasiakannya rapat-rapat.

"Bagaimana perkembangannya? Apa sudah ada kemajuan?" tanyaku padanya yang masih fokus pada komputer.

"Belum ada. Baru saja aku mendapat informasi kalau data-data itu akan aman meski mereka sudah mencurinya. Pihak ICOI sudah menjamim kalau hacker itu tidak bisa membobol lebih dalam lagi," katanya panjang lebar. "Lagi pula ini bukan kasus yang pertama terjadi di maskapai ini. Kau ingat beberapa bulan yang lalu? Ini juga pernah terjadi tapi tidak separah sekarang."

Perkataan Tio memang benar. Beberapa bulan yang lalu para hacker berhasil meretas situs dan aplikasi seluler perusahaan. Ada 50.000 kartu kredit yang berpotensi datanya dicuri. Hal itu juga berlaku untuk sekarang, hanya saja kali ini jumlahnya lebih banyak. Hampir 70.000 kartu kredit para pengguna diretas. Untungnya masalah ini tidak berhubungan dengan data perjalanan atau paspor.

"Tapi ada yang aneh. Beberapa bulan yang lalu kita sudah hampir menangkap hacker itu, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Dia lolos dengan mudah. Aku curiga kalau di sini ada orang dalam yang membantunya," ujarku beropini.

"Bagaimana kau bisa berpikiran seperti itu?" tanya Tio heran.

"Sistem keamanan di sini sangat ketat. Bukan orang sembarangan yang bisa keluar masuk, mereka harus menunjukan kartu identitas dan melewati tes sidik jari."

Setelah tinggal semalam di sana, akhirnya masalah peretasan ini selesai. Namun lagi-lagi pelaku lolos dengan mudah. Meski pihak maskapai sudah melacaknya, tetap tidak ada kemajuan.

Pak Johnny sudah mengadakan jumpa pers untuk membahas masalah ini di depan khalayak umum. Dia menjamim bahwa data-data pengguna maskapai masih aman dan tidak dibobol oleh hacker itu. Meski para pengguna masih belum percaya sepenuhnya, tapi Pak Johnny sudah membuat keputusan akan mencari pelaku peretasan sampai dapat.

Hacker itu membuat semua orang resah, bukan hanya para pengguna tapi juga semua karyawan maskapai. Kini keadaan sudah kondusif, itu artinya aku bisa bersantai sejenak.

Baru saja kakiku melangkah melewati lorong sepi, tak sengaja aku mendengar suara orang sedang bertelepon dengan bisik-bisik. Aku menajamkan pendengaranku, semakin mendekat dan bersembunyi di balik tembok.

"Tenang saja, aku sudah mengurus semuanya. Kau aman, begitu juga aku. Sekarang tinggalkan negara ini selama beberapa bulan, setelah itu datang lagi ke sini. Aku akan memberikan informasi lengkapnya padamu."

Aku segera pergi dan bersikap tidak terjadi apa-apa. Sebenarnya aku tidak percaya harus mengatakan ini, bagaimana bisa pria itu berkhianat dengan begitu mudahnya? Selama ini dia sudah berkerja dengan sangat baik tanpa merasa kekurangan uang. Lagi pula pekerjaan yang dia handle selalu sempurna.

Aku datang ke ruangan Pak Johnny. Dia sedang duduk bersandar sambil memejamkan mata. Pasti kelelahan, aku berani jamin itu. Mendengar suara kakiku membuat matanya kembali terbuka.

"Ah ternyata kau, duduklah." Aku mendudukkan bokongku di atas kursi yang sudah ada di sana.

"Bapak kelihatan lelah, apakah lebih baik Bapak pulang saja?"

"Tapi masalah ini membuatku resah. Beberapa bulan lalu ini juga terjadi, dan sekarang kembali terjadi lagi. Aku tidak bisa istirahat kalau belum menemukan pelakunya." 

"Sebenarnya aku sudah tahu siapa dalang di balik semua ini. Kita hanya perlu menyusun siasat untuk menangkapnya, seperti yang kita tahu kalau dia sangat pintar berkamuflase," ujarku jujur dan membuat Pak Johnny terbelalak.

"Kau sudah pelakunya? Apa dia berkamuflase? Berarti dia sangat tahu seluk beluk maskapai ini?" tanya Pak Johnny ragu. Ia menatapku lamat-lamat. "Jangan bilang dalang yang kau maksud berasal dari dalam perusahaan ini sendiri?"

"Ya, yang Bapak katakan memang benar. Pelakunya orang perusahaan sendiri."

Keesokan harinya setelah membahas masalah ini bersama Pak Johnny, akhirnya kami memutuskan untuk menangkap pelaku itu dengan cara cantik.

Kami melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib yang bekerjasama dengan jasa internet untuk melacak alamat internet protokol milik pelaku.

Dalam kasus ini ditemukan IP pelaku menggunakan jasa ISP milik perusahaan. Pak Johnny sudah melaporkannya disertai bukti digital. Begitu dilacak, IP Address itu berlokasi di Pondok Indah, Jakarta.

"Bukannya tempat itu—" Pak Johnny menghentikan ucapannya dan segera menarik diriku keluar. Pak Johnny segera menghubungi polisi dan memerintahkannya ke rumah pelaku.

Sesampainya di sana, para polisi sudah mengepung di sekitar lokasi. Tidak ada apa-apa, rumahnya kosong. Kami kecewa, lagi-lagi pelaku itu berhasil kabur.

Telepon Pak Johnny berdering, dia segera mengangkatnya.

"Ada apa?"

"Sekarang ini Pak Tio sudah resmi berhenti dari perusahaan. Tapi sayangnya beberapa data pribadi pengguna beserta paspor telah hilang dicuri."

Pak Johnny mematikan sambungan teleponnya sepihak. Ia membanting benda pipih itu ke tanah dengan kuat.

"Bajingan itu selalu saja bisa lolos! Sialan!"

TAMAT


Penulis: Septiyanwulandari

Editor: Ev

Artworker: Ghina