Saat angin malam berembus, kata orang langit-langit akan terlihat cantik, sinar bulan menerangi bumi, dan aku bisa bertemu semesta dengan kegelapannya. Aku berusaha mencari cahaya itu di sekitarku, namun yang kutemukan hanyalah alunan musik dengan melodi yang indah. Tanpa pikir panjang, aku mengikuti alunan musik itu sambil berharap ini akan membuatku menemukan cahaya.

 Aku berjalan perlahan sambil menutup mataku sebagai tanda bahwa aku menikmati alunan musik itu. Di tengah perjalanan, musik tiba-tiba saja berhenti, aku terkejut ketika menyadari aku sedang berdiri di tengah-tengah keramaian. Rasa takut menghantuiku begitu saja ketika melihat ada banyak orang menatap ke arahku.

 Kakiku mendadak melemas, aku tak mampu lagi bergerak, menatap kosong dengan segala kekacauan. Kini aku benar-benar akan jatuh (lagi).

 

==========

 

Aku membuka mataku dan yang kulihat hanyalah ruangan putih dengan aroma obat-obatan yang begitu kuat. Aku kembali lagi terbaring di tempat ini. Entah sejak kapan aku di sini dan sudah berapa lama aku di sini, aku tidak tahu. Aku menatap televisi di depanku dengan lesu. Air mata kutahan semampuku, karena aku benar-benar benci menangis.

 Pintu tiba-tiba saja terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan sorot mata yang tajam menatap ke arahku. Aku tahu dia akan kembali marah. Setiap aku melangkah, dia akan marah.

 Dia menghampiriku dengan langkah kaki yang cepat, tangannya tiba-tiba saja menamparku dengan sangat keras. Air mata yang kutahan, kini sudah mengalir.

 "Udah berapa kali Mama bilang, jangan dengar musik itu lagi. Gadis gila seperti kamu harusnya sadar, musik yang kamu dengar itu gak ada!" bentak wanita tersebut dengan marah.

 "Mama ... musik yang aku dengar itu ada. Aku mendengarnya sendiri. Dia sangat indah. Aku yakin dia bakal buat aku menemukan cahayaku yang hilang." Aku berusaha membela diri di depannya. Ini sudah ratusan kali aku membenarkan musik itu di depannya.

 "Berhenti membicarakan omong kosong, Dini. Musik gak akan buat kamu menemukan cahaya. Kamu gak akan pernah bisa menemukan cahayamu itu. Kamu hanyalah manusia dengan jiwa yang kosong!" Lagi-lagi mama membentakku.

 "Alunan musik yang aku dengar itu memang ada. Aku bisa merasakan suara yang merdu masuk ke telingaku. Aku benar-benar merasakannya. Kenapa gak ada yang percaya sama aku?" Aku melihat tatapan mama memanas, kilatan kebencian begitu terlihat di matanya. Ini bahaya.

 "Kamu emang bener-bener gak waras!" Mama lalu keluar dari ruanganku begitu saja setelah memarahiku.

 Aku kembali mematung dan berpikir jika orang-orang di sekitarku tidak mendengar suara musik itu, lalu apa yang selama ini aku dengar?

 Saat-saat sedih, musik itu selalu datang seolah menghibur dan memintaku untuk datang padanya. Namun, ia akan hilang ketika aku mencoba mengikutinya. Ini benar-benar aneh. Aku begitu terbuai dengan merdunya melodi pada musik itu.

 Apa ini hanya sekedar halusinasiku? Entahlah, aku akan tetap membuktikan pada semuanya bahwa aku memang mendengar suara itu. Saat ini aku akan kembali tidur untuk menenangkan pikiranku. Aku baru saja terbangun, namun kedatangan mama membuatku ingin kembali tidur.

 

=========

 

Aku terbangun dari tidurku, lalu aku melihat ke sekitar. Ini kamar tidurku. Lalu aku berlari keluar mencari orangtuaku, namun yang kulihat adalah seorang wanita paruh baya yang sedang memasak. Suara radio begitu keras mengeluarkan lagu-lagu pop jaman dahulu. Aku terdiam mematung, ini ada apa? Siapa dia?

 "Dini? Kamu udah bangun? Sini bantuin Mama masak," ajaknya.

 "Hah? Mama?"

 

TAMAT


Pengarang: Marsyasp