Chapter 2: Siap Bahagia Siap Terluka


Hai… kembali lagi dengan saya Dalen, kali ini kita berdiskusi soal “Bahagia”, menurut teman-teman sulitkah mendapatkan kebahagiaan itu? Pendapat saya pribadi, bahagia itu sedikit rumit karena benturan nilai kebahagiaan yang kita miliki dengan nilai kebahagiaan orang-orang di sekitar kita memiliki kesenjangan.

 

Kesenjangan yang saya maksud seperti saat kamu bahagia dengan hanya berjalan santai pagi sambil menikmati suasana yang kamu temukan selama di perjalanan sudah puas, tetapi dengan internet saat ini kadang kita melihat kebahagiaan lain seperti orang menghabiskan waktu berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau tempat wisata yang indah. Namun, saat kamu mencoba untuk melakukan itu kamu bukan merasa tidak bahagia. Perasaan tidak nyaman menghantui saat kamu berada di keramaian, lalu kamu melihat lagi ada orang yang bergandengan dengan pasangannya dan merasa bahwa itu terlihat sangat menyenangkan, dan apa yang terjadi?

 

Untuk mendapatkan kebahagiaan yang sama seperti orang itu, kamu berusaha mendapatkan pasangan. Ternyata sulit mendapatkan pasangan seperti yang kamu mau. Kamu memaksakan diri dengan membuka hati pada siapa saja yang ingin mengambil hatimu. Sedihnya kamu semakin sesak setelah mengetahui pasanganmu ternyata sangat tidak baik dan membuatmu risi. Padahal awalnya kamu berjalan santai pagi hari saja sudah menyenangkan, namun terlalu memaksakan diri.

 

Apakah itu salah tentu saja tidak, tetapi baik saya dan mungkin teman-teman semua pernah berada di titik tersebut. Bukan masalah! Sekarang kira-kira apa yang sebenarnya membuatmu bahagia? Mari coba kita rasakan dan pahami keinginan dalam diri.

 

Saya pernah mendengar bahwa jika kamu siap bahagia maka harus siap pula terluka. Saya awalnya kurang paham maksud dari pernyataan itu, sampai dijelaskan bahwa yang membuat kamu senang itu mungkin akan pergi atau menghilang, jadi jika kamu ingin bahagia, maka harus bersiap juga terluka jika hal tersebut bisa saja menghilang atau pergi.

 

Bagaimana pendapat teman-teman tentang hal tersebut setujukah? Saya pribadi setuju tentang hal itu, terlebih pada orang yang kita cintai, rasanya akan sangat menyakitkan dan harus mengiklaskan itu sangatlah sulit, tetapi berlarut-larut meratapi juga bukan pilihan. Saya juga belajar bahwa sesuatu yang terbaik telah disiapkan walau rasanya terkadang pahit dan sulit dipahami.

 

Apakah kita harus menghindari kebahagiaan itu agar tidak kecewa? Pemahaman saya bukan seperti itu sih, tetapi persiapkan hati untuk menyadari bahwa yang ada saat ini mungkin tidak selamanya menjadi milik kita atau terus bersama. Baik itu sebuah benda atau seseorang yang kamu sayangi, berusahalah untuk menjaga dan menghargai jika kamu memang menyayangi itu. Jika itu sebuah benda gunakanlah sebaik mungkin, sekecil apa pun kesalahan yang kita lakukan seringkali menjadi penyesalan yang sangat besar. Jika itu pasanganmu berikanlah yang terbaik jika itu pergi maka tidak ada penyesalan karena belum melakukan yang terbaik. Jika kamu yang ditinggalkan seseorang yang kamu sayangi maka dia akan menyesal telah meninggalkan orang yang menyayanginya setulus hati.

 

Kebahagiaan dan kekecewaan nyatanya terpisah dengan garis yang tipis, semua kembali lagi dengan bagaimana cara memaknai itu semua. Baik saya dan teman-teman mungkin bisa saja membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menerima rasa kecewa, tetapi percayalah bahagia akan datang seperti pelangi yang muncul setelah hujan. Saya terbuka dengan berbagai perspektif dari teman-teman semua, dan saling berbagi pendapat di kolom komentar, terima kasih telah membaca sampai selesai.

 

Penulis: Dalen