Memang benar, persahabatan wanita itu sangatlah rumit. Ada saja konflik di antara kami, padahal katanya kami akan bersahabat baik selamanya. Best friend forever? Hah, bullshit. Omong doang. Mana ada sahabat yang berani memfitnah sahabatnya sendiri? Sahabat macam apa itu.

 Seperti yang dialami Cindy saat ini. Bisa-bisanya Cherly, salah satu sahabat kami menfitnah Cindy. Cherly memberitahu berita palsu bahwa Cindy sedang hamil kepada teman kelasku yang bernama Icha. Cindy jelas menentang berita itu. Katanya, Cindy berani bersumpah bahwa ia dan pacarnya sama sekali tidak pernah berhubungan badan. Baru saja aku dan teman-temanku membaca isi chat dari Cherly kepada Icha. Icha mengirim jepretan layar chat-nya dengan Cherly kepada Cindy. Beruntung sekali Icha memiliki pribadi yang suka menyebarluaskan gosip. Ya, meskipun katanya Icha disuruh diam oleh Cherly setelah tahu berita itu, tapi tetap saja ia gatal ingin memberitahu berita palsu itu kepada Cindy.

Jujur, aku kecewa dengan Cherly. Ia adalah sahabatku sedari kecil. Cherly adalah orang baik, dia tidak akan mudah percaya dengan berita yang belum diketahui kebenarannya. Tetapi, saat ini mengapa ia bisa mengatakan Cindy hamil? Siapa orang yang memberitahu Cherly sehingga Cherly bisa percaya dengan berita itu? Atau jangan-jangan, selama ini Cherly tidak suka dengan Cindy dan sengaja memberitahu Icha bahwa Cindy hamil. Keterlaluan!

Brak!

“Gue gak mau tahu, mulai sekarang, Cherly bukan lagi bagian dari circle kita!”

Cindy bekata dengan lantang dan jelas setelah ia menggebrak meja cafe ini. Aku sempat terkejut dengan gebrakan dan suara lantang Cindy. Tetapi, aku setuju dengan keputusan Cindy. Meskipun aku dan Cherly suda bersahabat lama, tetapi aku tidak suka orang toxic seperti Cherly. 

•••

 

 Pagi ini terlihat cerah meskipun beberapa kali awan menutupi matahari. Aku, Cindy, Cia, dan Chika sedang mencari keberadaan Cherly di setiap sudut sekolah. Raut Cindy saat ini sangat menyeramkan seperti macan yang sedang mencari mangsanya. 

Akhirnya, batang hidung Cherly terlihat juga. Ia sedang berada di kantin sedang membeli makanan untuk sarapan, sepertinya. Tanpa basa-basi Cindy langsung menarik kerah baju Cherly.

“Heh, maksdu lo nge-fitnah gue apa?”

Wajah Cherly ingin sekali aku tonjok. Aku melihat wajahnya seperti tidak bersalah. Hah, mungkin saat ini ia seperti orang yang sedang pura-pura bodoh.

“Maksud lo apa ya, Cin?”

Cindy semakin memperkuat cekamannya. Cherly pun semakin takut kepada Cindy. Terlihat peluh dingin yang keluar dari dahinya.

“Maksud gue, kenapa lo bilang kalo gue lagi mengandung anak dari Dhika, hah?”

Kulihat, Cindy semakin mengeraskan rahangnya. Dan Cherly.... Entahlah, raut wajahnya benar-benar ingin aku tonjok. Cia dan Chika juga terlihat kesal dengan Cherly. Terbukti wajah mereka sinis seperti cewek-cewek jahat yang ada di sinetron-sinetron.

“Gue bahkan gak pernah berhubungan badan sama Dhika. Gue pacaran tahu batasan juga kali, Cher!”

 Hening sebentar. Suara Cindy sudah mulai lantang. Terbukti dari orang-orang di kantin yang memusatkan perhatian kepada Cindy dan Cherly. Jujur, aku takut jika Cindy sudah marah seperti ini.

 "Diem aja kan lo sekarang. Gue baru tahu ya, ternyata lo itu busuk di belakang kita.”

“Cin, Cin, dengerin gue dulu...”

“Gak ada yang perlu lo jelasin lagi.” Cindy memotong pembicaraan Cherly. “Mulai sekarang, lo bukan lagi anggota dari The C Gurls. Gue gak terima temen munafik kayak lo.”

Cindy akhirnya melepaskan cekamannya. Setelah itu ia memanggil Cia lalu memberikan telapak tangannya seolah seperti meminta sesuatu. Cia tahu apa yang dimaksud oleh Cindy. Aku dan Chika pun juga tahu. Cia mengeluarkan hand sanitizer dari tasnya lalu menyemprotkan benda itu ke tangan Cindy.

“Tangan gue kotor abis pegang kerah dia,” sindir Cindy sambil mengusap-usap telapak tangannya yang sudah disemprot hand sanitizer. 

Ewh,” gumam Cindy kepada Cherly. Aku melihat tatapan Cindy seperti tatapan menilai. “Let's go, girls,” ajak Cindy.

Sebelum aku benar-benar dari kantin yang saat ini sudah penuh dengan banyak orang, aku menatap Cherly dengan penuh kecewa. Tidak menyangka bahwa Cherly, sahabatku sendiri yang sudah aku percayai belasan tahun ini bisa se-munafik ini. Menyesal sekali telah mengenalnya.

 "Caca.” 

 Ia memanggilku saat aku hendak menyusul Cindy, Cia, dan Chika yang sudah menungguku di luar kantin. Aku sempat terhenti sebentar. Aku tidak mengindahkan panggilannya. Langsung saja aku pergi meninggalkannya dan kerumuman orang di kantin. Mulai saat ini, aku sudah tidak peduli lagi dengan Cherly. Ia munafik.


BERSAMBUNG


Pengarang: Ziki Ramadhan