Jantung berdetak kencang, adrenalin meningkat di seluruh tubuh, keringat
membasahi seluruh tubuhku bahkan membuat seragamku ikut basah.
Di hapanku sekarang ini Indra, sedang berada di hadapanku menunggu aba-aba untuk memulai serangan. Suara riuh penonton di sekitar kami mulai memenuhi telinga.
"Hajime." Pertandingan pun dimulai. Suara penonton semakin riuh begitu kami memasang kuda-kuda dan maju menghadapi satu sama lain.
Kami berputar, mencari posisi yang pas untuk memulai serangan. Wasit pun ikut berputar mengikuti irama langkah kaki kami.
Kulihat tangan kanan wasit mulai berhitung. Tampaknya jika salah satu dari kami tidak melakukan serangan kami akan mendapat pelanggaran.
Aku melihat Indra. Sepertinya dia juga sedang menunggu serangan dariku. Kami saling menunggu satu sama lain.
Aku pun mengambil posisi menyerang. Aku tidak peduli seranganku akan ditahan dan langsung dibalas oleh Indra. Yang terpenting aku tidak mau ada poinku yang berkurang.
Kuda-kuda panjang kupasang dengan kaki kiri di depan. Dengan cepat kupindahkan kaki kiriku dan meluncurkan tinju tangan kananku dari arah pinggang ke kepalanya.
"HIIYYYAATTT!"
"Selamat ya, Andri." Aku langsung menoleh ke
sumber suara, ternyata Linda.
Aku hanya tersenyum sambil tetap mengelap tubuhku yang dipenuhi oleh keringat.
"Di mana, Indra? Seingatku tadi dia bersamamu saat turun dari podium."
"Dia ada kantin," jawabku singkat.
"Baiklah, aku akan ke sana. Nanti akan aku beri ucapan lagi saat kalian bersama," ucap Linda smabil melangkahkan kakinya menjauhiku.
Aku menghembuskan nafas lega. Tak kusangka Linda akan menghampiriku terlebih dahulu. Aku mengambil botol minumku dan menegaknya langsung.
"Ini dia murid kebanggaan, senpai," tutur Pak Anto dengan bangganya sambil memelukku.
Aku hanya terdiam saat pelatihku memeluk sambil menepuk punggungku dengan kuat.
"Bagaimana rasanya menang melawan teman satu perguruan sendiri, Andri?"
"Tidak ada yang spesial, senpai. Sama seperti saat latihan, tapi bedanya kali ini ada hadiah yang cukup berarti," jawabku begitu Pak Anto melepas pelukanku.
"Berarti kamu sekarang sudah memegang tiga mendali emas kan?" tanya Pak Anto basa-basi.
"Iya, sudah tiga mendali yang kupegang. Aku harap aku masih bisa menambahnya lagi, senpai."
"Bagus-bagus, tekat yang bagus. Kalau begitu kamu harus bersiap untuk melawan, Indra lagi di waktu mendatang."
Aku merenungkan kata-kata pelatihku. Selama 5 pertandinganku dalam dunia karate, sudah tiga kali aku memenangkan mendali emas dan tiga kali juga aku bertemu Indra di pertandingan final.
Indra sudah menjadi temanku semenjak kami di Sekolah Dasar. Kami mengikuti kegiatan karate ini juga dalam waktu yang sama.
Jika dalam pertandingan selanjutnya aku akan bertemu Indra lagi, maka itu akan menjadi pertandingan keempatku menang atas dirinya.
Bukannya aku iba, tapi aku juga ingin temanku sendiri merasakan kemenangan dan mendapat mendali emas. Tapi tak bisa kupungkiri juga ego untuk menyandang gelar menang lima kali berturut-turut ingin kudapatkan.
Aku tidak bisa dengan mudahnya bilang untuk tidak mengikuti pertandingan. Pak Anto pasti akan mendaftarkan bagaimanapun caranya.
Satu-satunya cara adalah dengan menaikkan atau menurunkan berat badanku agar aku berada di kelas yang berbeda dengannya.
"Ada apa, Andri?" tanya Pak Anto saat aku sedang berpikir keras tentang rencanaku.
"Tidak ada, senpai," jawabku dengan cepat.
Kami pun berjalan menuju kantin. Tempat aku bertanding kali ini ada di sebuah GOR Olahraga ternama di kotaku. Kantin terletak di belakang gedung tempat aku bertanding tadi.
Saat kami sampai di kantin, suasana sangat ramai. Masih cukup banyak yang berdesakan untuk keluar dan masuk dari wilayah kantin.
"Selamat atas kemenangannya." Teriakan yang meriah serta gemuruh dari meja yang dipukul meramaikan suasana pojokan kantin. Ternyata teman-teman seperguruan sudah berkumpul di sana dan menungguku datang kemari.
Di sana juga ada Linda dan juga Indra. Aku menghampiri mereka. Jabatan tangan di daratkan ke tanganku saat aku berjalan dari orang yang satu ke orang lain.
Saat aku sampai di Indra, Indra segera memelukku dan menepuk punggungku dengan bangga.
"Jagoan kita sudah menang tiga kali. Bagaimana kedepannya? Mau mengejar kemenangan lima kali berturut-turut?"
Aku tersenyum mendengar kata-katanya. "Kalau di finalnya hanya ketemu dirimu, ini pasti akan menjadi kemenangan yang mudah bagiku."
Indra pun tertawa mendengar balasanku. "Kalau kita bertemu lagi, kupastikan kau akan kalah."
Semuanya tertawa mendengar percakapan kami. Suasana cukup menyenangkan untuk merayakan kemenanganku. Rasanya ini tidak buruk untuk kurayakan sesekali.
***
Jalanan gang dekat rumahku sudah mulai sepi. Jam
menunjukan pukul 8 malam. Aku berjalan dengan santai menelusuri jalan lurus
sepanjang 100 meter itu.
Aku berjalan di pinggir, menunduk ke bawah memandangi langkah kakiku yang seperti berjalan tegap layaknya pasukan pengibar bendera.
Tanpa kusadari, ternyata aku menendang sebuah kotak misterius yang berbunyi cukup berisik. Aku menghampiri kotak itu, memandanginya sebentar lalu mengambilnya.
Aku mengelap permukaan kotak itu dan membaca tulisan yang tertulis di sana, "Who Will Win Game?"
0 Komentar
Yuk kita beropini mengenai isi post-nya~