Di pintu gerbang sekolah, ada dua pelajar sedang berdebat, yang perdebatannya tidak asing lagi jika didengarkan. Tidak lain, mereka adalah Mentari dan Awan. Keduanya sering memperdebatkan hal hal kecil apa pun dan mereka selalu mempermasalahkannya.

"Ri, lo pulang aja naik angkot! bentar lagi hujan loh."

"Ngga, Wan. Masa gua tiap hari sering nebeng ke lo, giliran lo susah gua cabut duluan."

"Gapapa Ri, lo pulang aja, gua ke bengekel sendirian juga ngga masalah."

"Udah gapapa, ayo terus dorong."

"Ngga Ri, lo pulang aja!"

"Ngga Wan, ngga bisa gini."

Deni, pria yang jahil dan suka basa basi itu selalu menjodohkan keduanya.

"Ecie ... ada yang berantem nih. Kebiasaan deh kalian, jadi nambah cocok kan kalo gini," ledeknya.

"Den...," sahut Awan dan Mentari berbarengan.

"Ciee samaan," balas Deni.

"Ih apasi lo, ikut ikutan!" bentak Mentari.

"Lah, ya lo tuh yang ikut ikutan," sahut Awan.

"Udah udah, sana pulang keburu hujan! Gua duluan, Bro," ucap Deni.

"Udah lah, ayo dorong!"

"Yaudah kalo lo maunya gini, tapi jangan salahin gua kalo lo cape ya!"

"Iya iya ... udah ayok!"

Setelah mereka berhasil mendorong motor milik Awan ke sebuah bengkel, lalu mereka segera pulang. Di perjalanan tiba tiba hujan pun turun. Awan sesegera mengantar Mentari ke rumahnya. 

"Mah ... Mah...," panggil Mentari semari berdiri kedinginan di luar pintu.

"Ya ampun Mentari, kenapa kamu basah gini, terus ini jam berapa, kenapa baru pulang sih?"

"Maaf banget, Mah. Tadi motor Awan mogok, jadi harus dibawa ke bengkel dulu."

"Ya sudah, cepet sana mandi!"

"Iya, Mah...."

Bel berbunyi. Seperti biasanya semua berkumpul di kelas sebelum kegiatan belajar dimulai. 

Kelas musik telah berlangsung. Salah seorang guru bernama Pak Yono menunjuk satu per satu muridnya untuk menyanyikan sebuah lagu di depan kelas.

Mentari lagi lagi tidak peduli terhadap apa yang terjadi di kelas Mentari sibuk dengan hobinya yaitu menggambar. Dia mencoret coret selembar kertas, lalu dia gambar salah satu penyanyi yaitu Raisa dan dia tuliskan nama dirinya di gambar tersebut.

"Mentari, giliran kamu maju!"

"Hah? Maju apa, Pak?

"Lah kamu ini dari tadi ngapain aja? Ya nyanyilah!"

"Hah nyanyi? Ngga bisa, Pak!" Lalu mentari melanjutkan gambarnya sembari tetap tertuju pada selembar kertas tersebut. 

Pak Yono segera mendekati Mentari dan berkata,"Ini apa?"

"Aduh sialan," ucap Mentari dalam hati.

"Kamu nyanyi atau Bapak robek ini?" bentak Pak Yono sembari memegang gambar Mentari.

"Aduh, jangan, Pak. Iya iya saya maju sekarang." gerutuhnya.

Setelah dia bernyanyi dengan suara fals yang dikenal teman-temannya hingga membuat semua temannya tidak ada yang tidak menertawakannnya kecuali Awan. Pak Yono pun mengenggeleng gelengkan kepalanya.

Mentari tersipu malu, kejadian tersebut membuat mood Mentari hancur dan malas untuk menetap di dalam kelasnya. Kelas musik pun berakhir. Mentari keluar dari kelas dan membawa ransel kecilnya yang mungkin isinya hanya gambar gambar orang lain yang dia gambar semau tangannya itu. Mentari lupa jika di kelas tersebut juga terdapat Awan, teman yang selalu mendukung tetapi sering berdebat.

Awan sangat mahir dalam bermain gitar, piano, angklung, drum, dan alat musik lainnya. Awan ingin sekali mengajak mentari untuk ikut berlatih dalam seni musik. Karena yang Awan tahu, Mentari suka dengan musik, namun hanya suka mendengarkan beberapa musik saja.

Awan sengaja untuk tidak mengajak ngobrol mentari dulu sampai dia tahu sendiri jika Mentari itu akan pergi kemana. Namun Awan tetap mengikutinya dari kejauhan.

Tiba tiba Awan dibuat kaget oleh tindakan mentari. Ternyata dia sedang menyanyikan lagu Sendiri Lagi. Awan tidak percaya, ternyata suara Mentari benar benar merdu. Bahkan mengalahkan teman teman kelasnya. Hingga, Awan tidak sabar dan semakin cepat mendekati Mentari. 

"Eh, Ri. Tadi beneran suara lo? Lo yang nyanyi?"

Mentari kaget, dan menoleh ke belakang. "Eh, Wan lo di sini sejak kapan?", Tanya Mentari.

"Ya sejak tadi. Gila ya lo kenapa ngga bilang ke gua si. Setelah sekian lama pertemanan kita, sekarang gua baru tau ternyata teman gua suaranya sebagus ini astaga," puji Awan sembari terheran.

"Ah bukan, tadi suara... sound itu! Iya dari situ tuh." Mentari menunjuk sebuah sound di dekatnya.

"Gua, gak percaya kali ini, lo beneran bisa nyanyikan?"

"Ngga kata siapa?"

"Kan tadi gua denger sendiri."

"Udahlah lo ga usah tau." Mentari melanjutkan langkahnya

"Ya gua mau tau aja, lo itu ternyata punya banyak bakat ya."

Keesokan harinya Awan selalu merayu agar Mentari mengakui suaranya itu. 

Berkali kali Mentari bilang, "Udah, lo ga usah tau suara gua. Gua ngga akan bisa jadi penyanyi juga."

"Ngga gitu, Ri. Gua cuma mau duet sama lo aja," pinta Awan.

"Ngarang lo, mana ada duet!"

"Ayoo dong Ri, yaudah kamu tinggal ngaku aja apa susahnya sih?"

Mentari menghela napas. "Iya... tadi suara gua, puas lo?"

"Tuh kan bener, pasti lo itu punya bakat lain, selain menggambar."

"Besok kamu harus mau ya!" ajak Awan.

"Ha? Mau apa?" tanya Mentari.

Lalu Awan pergi.

Keesokan harinya. Lalu lalang manusia lewat di depan mata Awan. Namun dia tidak menemukan Mentari hari ini. Awan berfikir jangan jangan mentari takut karena dia ingin mengajaknya ke suatu tempat. 

Lalu di dekat sebuah ruangan yang sangat sepi Awan menemukan punggung mentari. Awan dengan sergap untuk mencegah mentari pulang dan mengajaknya ke suatu tempat.  

"Mentari, ayo ikut gua!" ajak Awan.

"Ke mana?" tanya Mentari.

"Ya ikut gua aja pokoknya."

"Ya jawab dulu, ke mana?"

"Sudah, ayo pake helmnya!"

Ternyata Awan mengajak Mentari untuk latihan bernyanyi dan Awan memainkan gitarnya. Karena Awan ingat jika akhir semester akan ada tugas menyanyi berduet dengan menggunakan suatu alat musik. Maka Awan ingin sekali membawakan lagu bersama suara indah Mentari.

Akhirnya, tepat pada akhir semester, Awan dan Mentari membawakan sebuah lagu ciptaaan mereka yang berjudul Langit Adalah Kita di depan kelas. Dengan suara merdu yang baru didengar teman lainnya, akhirnya semua teman di kelas memberikan kesan yang menyenangkan di ruangan tersebut.

TAMAT


Pengarang: Iip Fatihah