"Annaya! Nak! Cepat ke sini!!!" Lantang suara Bunda terdengar hingga halaman rumah tetangga. Aku sedang bermain di rumah Axel.

"Ada apa, Bunda? Annaya 'kan lagi main di Axel!!!" Aku berlari kecil sambil cemberut mengembungkan kedua belah pipiku.

"Ayah kamu! Besok mau pulang!" Bunda terlihat bahagia, aku juga bahagia, sangat-sangat bahagia! Aku melebarkan senyum bahkan teriak lantang hingga suaraku melengking. Tentu saja aku akan pamer pada Axel! Dia si sombong yang menyebalkan jika sedang membicarakan Ayah.

"Hei, Axel! Kamu dengar 'kan apa yang Bunda aku omongin barusan?" Aku memasang wajah penuh kemenangan.

"Halah! Ayah aku juga mau pulang! Tunggu aja nanti!" Axel terlihat murung tapi intonasi bicaranya seakan melawan intimidasi sesaat ucapanku barusan.

Aku mengalihkan pandanganku. Bunda masih tersenyum lebar.

"Emang Ayah kapan pulangnya, Bunda?"

"Malam ini. Kalo gitu, eu ... Annaya mandi dulu. Abis itu pakai baju yang bagus. Habis itu ... apa lagi, yah. Sebentar deh Bunda cek dulu di dalem takutnya kotor. Soalnya Bunda belum bersih-bersih dari pagi." Selalu deh, Bunda pasti bingung sendiri sama rencana kegiatannya gara-gara Ayah mau pulang. Aku tersenyum geleng-geleng.

"Heh, Axel! Dadah, Ayah aku mau pulang." Kayaknya dendam yang aku simpan sejak dia pamer tentang ayahnya yang pulang beberapa waktu lalu sudah terhapus dalam benakku. Betapa senangnya melihat wajah mungil si Axel murung menatap tanah berumput, entah apa yang sedang ia cari dengan kayu kecil bekas jajan cilok tadi siang.

Ayah Axel juga kerja di luar negeri. Bedanya kata Bunda sih, kalo Ayah kerja di Pabrik. Kalo Ayah Axel kerjanya di perusahaan. Tapi Ayah Axel kemarin pulang lagi ke perusahaannya. Aku juga sempat meledek Axel karena ayahnya pergi lagi.

Tapi kata Bunda tadi, Ayah nggak bakal pergi lagi. Katanya sih mau buka usaha di sini. Kalo Ayah beneran pulang dan nggak balik lagi, aku bakal pamer ke si Axel setiap hari pokoknya! Tunggu saja pembalasanku Axel, tadi cuma permulaan! Kamu akan menyesal udah pamer tentang ayah kamu!

Malam harinya, Ayah beneran pulang. Kami bertiga pergi jalan-jalan saat itu juga. Naik bianglala, kuda putar, dan beli permen kapas yang bentuknya hati. Aku beli satu gantungan kunci buat Axel, biar kembaran aku belinya dua karakter yang kembar.

Seneng banget pokoknya!

Besoknya ada kabar kalo Axel mau pindah ke luar negeri sama ibunya. Ini agak membuatku bingung, kenapa ada dua kejadian di waktu yang sama tapi keduanya sangat bertolak belakang.

Aku menangis saat itu. Dibujuk beli es krim nggak mau, jalan-jalan lagi juga nggak mau. Malamnya aku kasih gantungan kunci itu.

Sebenarnya aku nggak mau kasih itu, soalnya 'kan lagi ngambek. Tapi Ayah suruh aku buat kasih itu.

Tapi waktu itu Axel bilang, "Annaya! Kalo udah besar aku bakal balik ke sini lagi, janji deh! Pokoknya kalo aku nggak tepatin janji, seperti biasa. Nanti bokong aku bakal jadi objek pukulanmu!" Axel tersenyum lebar, giginya yang berantakan terlihat sangat luas. Jari kelingkingnya yang mengacung kupeluk dengan jari kelingking kananku.

"Harus janji pokoknya!"

Dan itulah saat-saat terakhir aku dan Axel bersama. Nggak ada yang nangis, walaupun pagi sampai siang aku nangis terus. Tapi nggak papa! Asal Axel bakal kembali lagi ke sini.


Pengarang: Gemallaroes