Aku menatap pigura yang berisi potret seorang lelaki dengan wanita yang saling tersenyum menatap kamera. Aku sangat kenal sekali dengan lelaki itu. Ya, tentu saja dia memiliki peran besar sehingga menempatkan aku diposisi sekarang. Menjadikan aku sebagai seorang wanita dingin yang tak memiliki perasaan. Entahlah, apakah perasaanku kepadanya yang masih terlalu kuat. Atau, dia memang berhasil membawa separuh jiwaku mengudara bersamanya.
Namanya Gerry. Dulunya dia
adalah salah satu sahabatku. Punya sifat yang baik juga solid meski terkesan
dingin, membuatku menjadikan dia sebagai salah satu orang yang aku percaya.
Karena terlalu sering menghabiskan waktu bersama, membuatku jadi terbiasa
dengannya. Terbiasa dengan jokes-jokes recehnya, terbiasa ketika tangan dia mengacak
rambutku, juga terbiasa dengan pelukan-pelukan singkat yang ternyata baru aku
ketahui itu adalah pelukan perpisahan yang telah dia siapkan untukku.
Saking terbiasa bersama dia,
aku sampai tak sadar kalau ternyata telah jatuh cinta padanya. Dan seperti
roman-roman picisan yang seringku baca, Gerry juga punya perasaan yang sama
seperti aku.
Kelas X SMA, tepatnya tanggal
17 February 2016 menjadi hari yang bersejarah dalam hidupku. Disaksikan oleh
Febrian, Gerry menyatakan perasaannya kepadaku. Meminta aku untuk jadi
pacarnya.
Kalau kalian bertanya bagaimana
perasaanku, maka aku akan menjawab bahwa aku bahagia. Bahagianya aku dapat
ibaratkan dengan anak kecil yang di kasih sekotak permen. Jadi akhirnya kami
berpacaran. Tak banyak yang berubah di antara kami selain panggilan kesayangan
yang melekat.
Tiga tahun kami berpacaran,
berjanji untuk selalu bersama. Aku menyayanginya dengan sangat, begitupun
dengan dia. Selama tiga tahun pacaran, tak ada masalah serius yang terjadi di
antara kami berdua. Yang jadi masalahnya adalah saat aku tahu dia main belakang
dengan salah satu teman baikku. Aku bahkan gak mau menyebut perempuan itu
sebagai sahabatku. Karena setahuku, tidak ada sahabat yang rela menikung
sahabatnya dari belakang. Meskipun di beberapa kasus, itu sering terjadi. Dan,
aku memutuskan Gerry setelah terjadi sedikit pertikaian sengit antara aku dan
Kiran, selingkuhannya.
Setelah kejadian itu, aku tetap
diam. Menganggap kalau semuanya akan baik-baik aja. Sampai ketika video aku
yang berantem sama Kiran tersebar di sekolah, menyusul rumor-rumor tak jelas
yang merebak. Paling parah, gosip yang menyebar adalah Gerry yang mencampakkan
aku. Waktu mendengar itu, aku hanya tersenyum kecil. Jadi ternyata begini
penilaian orang-orang tentang aku? Kenapa semua orang menganggap kalau Kiran
adalah korbannya disini? Padahal jelas-jelas aku adalah korbannya.
Memang benar, ada pepatah yang
menyatakan jika dunia hanya berpihak kepada orang-orang yang cantik.
Semenjak kejadian itu, aku
memutuskan untuk berhenti percaya dengan hal-hal yang berkaitan dengan cinta dan
semacamnya. Aku mulai mengurangi interaksi dengan orang-orang di sekitar. Aku
pun tak tau pasti, efek apa yang ditimbulkan dari kejadian ini. Tapi aku pikir,
semua itu ada kaitannya dengan sifat dinginku yang sekarang.
Ah, entah mengapa semua
kenangan pilu itu berputar bagaikan kaset rusak. Membuat aku seolah tersadar
bahwa kisahku bersamanya hanyalah sementara. Sepertinya aku tak benar-benar
menghapus Gerry dari ingatanku.
Pengarang: Chyaa Blawa
0 Komentar
Yuk kita beropini mengenai isi post-nya~