Di hari yang
indah, pada malam yang indah juga, ada satu manusia yang sedang berkumpul indah
dengan abangnya, iya. Hanya berdua.
Namanya Daran.
Hello! Kembali lagi dengan manusia yang satu ini, haha!
"Bang
gedein dikit dong volume TV-nya."
Deran menatap
tajam mata Daran. Ya ... gimana ya, volume TV sekarang sudah
mencapai 30, ini satu manusia di depannya ingin menambah lagi volume TV-nya,
seperti apa ya? Susah dijelaskan.
"Lah cuma
ditambah satu, siniin remote." Daran mengambil paksa remote TV
dari tangan Deran. Namun, Deran berhasil menepisnya dan menatap mata Daran
malas.
"Mau apa
lo?"
"Mau
menambah saldo di rekening bapak kau."
"Gak!"
Deran menepis lagi tangan Daran yang ingin mengambil remote TV-nya
kembali.
"LAH KOK
NGAMUK GITU AJA SI HERAN KURNIAWAN."
Maksudnya gini
... Keinginan Daran untuk menambah volume TV nya itu bukan
semata-mata membuat siapa saja ingin memaki dirinya, tapi ... kalian tahu
kejadian kemarin-kemarin? Ketika dirinya mendapati Deran yang ternyata itu
bukan Deran? Nah yang itu! Setelah kejadian itu, tanpa disengaja, telinga Daran
sering mendengar suara-suara yang mematikan pikirannya. Makanya, belakangan ini
Daran tidak ingin ditinggal sendirian.
"Bang"
"APASI?"
"Naikin
kata gue juga apa itu volumenya Banteng!"
"Gue kata
enggak, ya enggak!"
"Kamu ini
seperti wanita yang tidak peka," ucap Daran sambil mengambil satu coklat
di depan matanya.
"Bukan
kayak gitu, Dar. Ish, lo mau bunuh telinga gue? Lo kira dengerin volume segede
itu gak sakit?" Daran yang sedang memakan coklat pun tidak bergeming
sedikitpun, seakan-akan ocehan dari Deran adalah iklan yang lewat belaka, tidak
penting dan tidak berguna untuk sejenis manusia seperti dirinya.
"Yaudah
si."
Deran kemudian
menatap Daran dengan tatapan yang kalau dibilang, itu bisa dikatakan tatapan
ingin mencaci maki juga menghina. Rasanya ... kapan Daran sadar kalau dirinya
cukup bodoh, hah! Jelaskan?
"Bang,
kenapa coklat warnanya coklat?"
"Ya udah
takdir."
"Eh iya,
masalah coklat ... lo kalau mau cuci muka, airnya langsung ke muka atau
pake tangan dulu?"
"Gue pake
alis Dar, sorry ya."
"Iya gue
maafin."
Deran menatap
iba pada Daran, segabut-gabutnya manusia, kalau ingin menanyakan sesuatu, gak
ada jenis pertanyaan semacam itu. Ya maksudnya ... tanyakanlah setidaknya
pertanyaan yang bisa mencerdaskan dan menyejahterakan kehidupan berbangsa dan
bernegara, bukan malah menjadikan orang lain trauma akan pertanyaan.
"Mau
ke mana lo? Tumben, katanya gak berani sendiri...," Daran melirik Deran
sejenak, menarik napas dan membuangnya secara bersamaan. Deran yang tengah
penasaran pun berharap ada jawaban memuaskan yang terucap dari mulut Daran.
"Mas mas
apa yang bikin bahagia? Masa-masa ketika paket lo dateng dan amang kurirnya
minta foto, beuh artis jalur paket slurr."
Daran langsung
mengacungkan ibu jarinya di depan hidung Deran, membuat siapa saja yang ada
di dekatnya ingin segera membawanya ke pusat rehabilitasi, karena memang
kewarasannya patut dipertanyakan.
Setelah pergi
dari hadapan Deran, Daran pergi ke dapur untuk membawa jus lemon
kesukaannya, sampai tiba-tiba ada satu suara tawa kekurangan oksigen dari dapur
yang membuat Deran segera bergegas menyusul adiknya itu.
"Ngapain
si kamp--"
Merasa
menyesal, kecewa, tidak berguna, dan tidak berdaya. Deran membeku ketika
melihat Daran sedang menertawakan satu gelas jus lemon yang kemasukan cicak.
"Astaghfirullah
asli gue bengek banget bang yaampun, tapi itu cicaknya gak mati-mati
masa," ucap Deran sambil memegang perutnya tidak kuat lagi, dia hampir
terjungkal karena tertawa terbahak-bahak hanya karena seekor cicak, jangan
lupakan kerecehan seorang Deran ya, teman!
"Yaudah
itu cic--"
"Bayangin
bang, dia jatuh pas gue kasih dia pertanyaan kek gini, masa apa yang suka
bikin onar? Masalahlah, wak, eh dia jatuh. Mungkin cicaknya lagi kena
mental breakdance kali ya?"
"Breakdown,
Der." Lagi dan lagi, Deran merasa dirinya tidak berguna karena telah
menanggapi perkataan Daran. Bukannya diambil, Daran malah semakin tertawa
ketika cicaknya berenang-renang di dalam jus lemon.
"Percayalah
cak, berenang-renang dahulu, bersenang-senang kemudian," ucap Daran sambil
menepuk-nepuk gelasnya.
"Salah
itu"
"You siapa?
Jangan atur diriku," ucap Deran pelan sambil berpose layaknya pemain antagonis dalam
sebuah sinetron. Membuat Deran menjadi kehilangan selera untuk melakukan
aktivitas apapun, dan kembali lagi ke depan TV.
"Itu
cicaknya udah dibawa belum?"
"Udah."
"Baguslah."
"Bang gue
mau cerita." Deran pun langsung menggerakkan telinganya, seperti mendapat
harapan baru dari Daran untuk tidak mengatakan hal-hal yang aneh.
"Kan gini
ya, ngomong waktu presentasi itu harus gak si? Soalnya waktu
itu gue nyerocos aja gak pernah dinilai, yaudah ya gue kedepannya milih diem,
eh gue malah disuruh ngomong sampe ada yang bikin banner BERBICARALAH
WAHAI ANAK MANUSIA, gitu bang."
"Ck, lo
sekolah di SMA baru berapa hari si? Mas--"
"Baru 2
taun, Bang."
"Jangan
jawab bego! Ini pelajaran buat lo, Der. Lain kali, kalau ada presentasi,
ya harus ngomong lah, gak peduli ada yang merhatiin atau enggak, kita harus
tetep lanjut jelasin materi. Karena gini, presentasi itu bukan
sekedar nunjukkin keberanian kita buat bicara didepan banyak orang, tapi kita
juga bisa nilai orang lain tentang bisa ngehargain orang lain atau enggak,
gitu."
"O."
Oke!
Dengan ini, untuk hari ini, esok, atau nanti, Deran memutuskan untuk tidak
menanggapi perkataan Deran jika tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi.
Bagaimana bisa dihargai , kalau dirinya sendiri saja tidak tau kapan waktu yang
tepat untuk berterimakasih.
"Bang,
kalau kita nangkap kupu-kupu, nanti dia berasa diperjuangin kali ya?"
"Iya
kali."
"Merasa
tertekan pas jajanan yang sering gue beli harganya naik 500 perak, ini beban
pikiranku, mana bebanmu?"
Deran yang
sedang serius menonton TV pun dibuat tidak tenang dengan ocehan Deran. Kapan
mulut manusia ini diam satu hari saja, sudah cukup terimakasih.
"Sstt,
Der. Gue coret lo dari KK boleh ya?"
"Iya
boleh, ambil aja kembaliannya."
Memalukan,
sungguh sangat memalukan. Deran! Manusia yang ketika diajak serius dia anggap
main-main, dan ketika diajak main-main kebodohannya malah meningkat 1000%.
"Bang."
"Hm,"
gumam Deran tanpa melirik ke arah Daran. Berharap tidak ada lagi perkataan yang
membuat darahnya memanas dan otaknya terbakar.
"Emm,
kuota itu terbuat dari apa ya?"
WAW PRIMITIVE.
0 Komentar
Yuk kita beropini mengenai isi post-nya~