Sore ini ada seorang gadis yang sedang duduk menyendiri di Han River. Gadis itu memakai kaus putih yang dilapisi sweater cokelat muda sekaligus memakai celana jeans sebagai bawahan. Dia tampak asyik memotret keindahan Han River menggunakan kamera ponsel, kemudian foto hasil jepretannya langsung diunggah ke akun Instagram. Si gadis pemilik rambut panjang berwarna hitam itu memiliki hobi fotografi.

Oh iya, perkenalkan. 

Gadis yang dimaksud bernama Aletta Priscanara. Dia adalah mahasiswi asal Jakarta yang berkuliah di Korea, tepatnya di Seoul National University dan mengambil program studi Crafts and Design. Menempuh perguruan tinggi di Korea adalah cita-cita Aletta sejak kelas 10 SMA. 

Berkat usahanya selama ini, akhirnya cita-cita Aletta untuk kuliah di SNU berhasil ia raih. Selama tinggal di Korea, Aletta kuliah pada hari Senin, Selasa, Rabu, dan Jumat. Untuk hari Sabtu dan Minggu ia habiskan untuk bekerja paruh waktu di sebuah kafe dan Aletta selalu mendapat shift pagi. 

Untung saja kedua orang tuanya mengizinkan Aletta untuk bekerja disela rutinitasnya sebagai mahasiswi. Aletta memang sengaja bekerja paruh waktu agar tidak terlalu merepotkan orang tua dan juga bisa membiayai kebutuhannya dengan uang sendiri selama di Korea.

Cukup segini dulu cerita singkat tentang Aletta. Masih di Han River, Aletta tampak menikmati sungai ini yang kebetulan sedang sepi pengunjung. Sudah beberapa kali ia mengunjungi Han River apabila Aletta sedang ingin menyendiri, entah itu sambil membaca buku, menggambar di buku gambar, atau mendengarkan musik melalui earphone yang terpasang di ponsel. 

Mendadak atensi Aletta tertuju pada seorang cowok yang posisi duduknya tidak jauh dari dia. Entah mengapa Aletta mendadak dihantui penasaran terhadap cowok itu. Apabila tadi Aletta sedang memotret, si cowok yang dilihat Aletta sedang asyik membaca novel.

"Kayaknya gue pernah lihat itu cowok, tapi di mana, ya?" Aletta bermonolog pada dirinya sendiri.

Ada rasa ingin menghampiri si cowok, tetapi dia malu. Di sisi lain, Aletta juga ingin berkenalan dengannya. Hal ini membuat Aletta sedikit memaksakan diri.

"Gue samperin aja, deh. Siapa tahu dia mau akrab sama gue."

Aletta meraih tas slempang hitam miliknya dan cepat-cepat menghampiri cowok yang mencuri atensinya untuk pertama kali. Cowok itu memakai kaus putih yang dilapisi jaket kuning serta celana jeans sebagai bawahan. Outfit yang dipakai tidak jauh beda dari Aletta.

"H-hey," sapa Aletta dengan ekspresi ragu-ragu karena takut cowok itu tidak menyukai keberadaannya.

Cowok yang disapa Aletta seketika mendongakkan kepalanya dan melihat sosok Aletta yang masih berdiri di sebelahnya.

"Aku boleh duduk di sini, tidak?" tanya Aletta kemudian.

"Boleh saja, ini kan tempat umum. Untuk apa aku melarangmu?"

Fyuhh ... dalam hati Aletta lega karena si cowok mengizinkannya untuk duduk bersebalahan, langsung saja Aletta mendudukkan bokongnya dan melepas tas slempang. Sekarang keduanya duduk di hamparan rumput Han River.

"Barusan aku lihat kamu dari jauh. Sepertinya kamu asyik sekali membaca novel itu," ucap Aletta.

"Oh ya? Aku seserius itu di mata orang lain? Hehe," 

"Sepertinya begitu menurutku. Kalau boleh tahu, kamu sedang membaca novel apa?"

"Aku membaca novel yang judulnya The Architecture of Love karya Ika Natassa. Novel ini pemberian temanku yang asalnya dari Indonesia,"

"Ika Natassa? Wah, dia salah satu penulis Indonesia yang karyanya aku sukai. Aku punya empat novel yang dia tulis. Kalau aku boleh tahu, apakah kau asli Korea?"

"Iya, aku asli Korea. Perkenalkan, namaku Kim Dae Hyun. Kau bisa memanggilku dengan nama Dae Hyun."

"Salam kenal, Dae Hyun. Namaku Aletta Priscanara. Kau bisa memanggilku dengan nama Aletta atau Letta."

"Senang bertemu denganmu, Aletta. Kau masih kuliah atau sudah bekerja?"

"Saat ini aku kuliah di Seoul National University, kau sendiri?"

"Aku juga kuliah di sana dan mengambil program studi Korean Languange Education. Ternyata kita kuliah di kampus yang sama, ya?"

"Hahaha. Kau benar, kita kuliah di kampus yang sama tetapi kita baru kenalan sore ini."

"By the way, kau suka sekali membaca novel?" 

"Iya, aku suka membaca novel. Novel apa saja aku suka, kecuali fantasi dan horror. Kau sendiri punya hobi apa?"

"Hobi aku adalah membaca novel, memasak, dan memotret."

"Wah, menyenangkan sekali. Sepertinya hobi kita tidak beda jauh. Hanya saja hobiku adalah membaca novel dan melukis."

"Melukis? Wah, hobi aku kalah keren darimu. Kau suka melukis objek apa?"

"Belum lama ini aku melukis objek seorang lelaki yang menyendiri. Lukisan yang kubuat bercerita tentang si lelaki yang sedang menunggu kematiannya."

Mendengar jawaban Dae Hyun membuat Aletta merinding dadakan. Bagaimana tidak? Dae Hyun menyebut kata "kematian" di sana. Menunggu kematian? Memangnya si lelaki yang menjadi objek lukisan Dae Hyun sedang sakit keras? Atau mungkin ia sudah bosan hidup di dunia? Entahlah.

"Aku mau lihat lukisanmu, dong. Di ponsel kamu ada fotonya, tidak?"

"Ada, kok. Sebentar."

Dae Hyun mengeluarkan ponsel dari tas ransel, lalu jempolnya bergerak untuk membuka galeri ponsel. Tak butuh waktu lama bagi Dae Hyun untuk mencari foto hasil lukisan yang diceritakan.

"Ini dia hasil lukisan aku," ucap Dae Hyun seraya menunjukkan foto yang ada di ponselnya kepada Aletta.

"Wah, bagus sekali lukisanmu!" seru Aletta dengan nada kagum.

"Terima kasih, Aletta. Ini masih belum seberapa dibanding pelukis lain yang sudah pro."

Lalu keduanya terdiam. Mereka larut dalam pikiran masing-masing sambil menatap sungai. Tanpa disadari Dae Hyun, Aletta sedang meliriknya. Aletta baru sadar jika Dae Hyun berwajah manis dan lucu, membuat Aletta ingin mencubit wajah tirusnya. Ditambah lagi Dae Hyun juga memiliki lesung pipi di dekat bibir, membuat Dae Hyun terlihat semakin manis.

Tak terasa hari sudah semakin sore. Dae Hyun menyadari itu dan berinisiatif mengajak Aletta untuk pulang bersama dengan menaiki taksi.

"Aletta, ini sudah terlalu sore. Sebaiknya kita segera pulang. Bagaimana kalau kita pulang bersama naik taksi? Nanti aku bilang ke supirnya untuk mengantar kau pulang ke rumahmu,"

"Ide yang bagus. Kalau begitu, ayo kita pergi mencari taksi bersama."

Dae Hyun dan Aletta segera bangkit dari duduknya dan langsung pergi meninggalkan Han River untuk mencari taksi. Tanpa sadar Dae Hyun menggandeng tangan kanan Aletta, membuat jantung Aletta berdegup kencang namun ia tak melepas tangannya dari gandengan Dae Hyun.

****

 

Siang ini mata kuliah yang diikuti Aletta baru saja berakhir. Ketika ia keluar dari kelas, ponsel Aletta bergetar. Rupanya ada telepon masuk dari Dae Hyun. Usut punya usut, Aletta dan Dae Hyun sudah saling bertukar nomor Whatsapp. Tidak lupa juga keduanya saling follow akun Instagram masing-masing.

"Halo?"

"Hai, Aletta. Kau sedang di mana?" tanya Dae Hyun dari seberang sana.

"Aku baru saja selesai kelas. Kau sendiri bagaimana?"

"Aku sedang di taman kampus. Hari ini aku tidak ada kelas dan hanya mengumpulkan tugas yang sudah dikerjakan dari rumah. Kalau kau berkenan, kau bisa menyusulku ke sini."

"Benarkah? Tunggu aku di sana, aku akan menyusulmu."

"Oke, aku tunggu kehadiranmu."

Aletta mengakhiri telepon dan segera melangkahkan kedua kaki dengan tergesa. Tujuannya adalah taman kampus. Dia ingin bertemu kembali dengan Dae Hyun untuk kedua kalinya. Apabila kemarin Aletta bertemu Dae Hyun di Han River, sekarang keduanya bertemu di taman kampus. 

"Hey," sapa Aletta pada Dae Hyun yang sedang berkutat pada ponselnya.

"Eh, hey ..." Dae Hyun seketika mendongakkan kepala dan membalas sapaan Aletta yang berdiri di hadapannya.

"Silakan duduk, Aletta."

Aletta segera duduk di kursi taman kala cowok itu mempersilakan ia untuk duduk di sampingnya, lalu Aletta memulai pembicaraan.

"Hari ini kau ada satu mata kuliah?"

"Tidak. Sebenarnya ada dua mata kuliah, tetapi hari ini hanya mengikuti satu kelas karena dosen mata kuliah berikutnya sedang berhalangan untuk mengajar di kelasku."

"Oh begitu rupanya. By the way, aku bawa camilan buatanku sendiri dari rumah. Kau harus mencobanya,"

"Wah, camilan apa itu?"

"Sebentar,"

Aletta mengeluarkan kotak makan dari tas ransel warna abu-abu miliknya. Setelah dikeluarkan, ia langsung membuka kotak makan itu. Ternyata camilan yang dibuat Aletta adalah cheese fries. Dae Hyun menatap camilan itu dengan tatapan antusiasnya.

"Sepertinya enak," kata Dae Hyun.

"Silakan dicicipi."

Dae Hyun langsung mengambil satu cheese fries itu daru kotak makan milik Aletta.

"Astaga, ini enak sekali!" seru Dae Hyun yang sedang mengunyah cheese fries.

"Enak, kan? Aku sedang ingin cheese fries, maka dari itu aku membuat sendiri di rumah."

"Ternyata camilan buatanmu enak juga, hehe."

"Terima kasih."

Aletta melihat wajah Dae Hyun yang membuatnya ingin tertawa. Pasalnya, wajah cowok itu sedikit menggembung ketika sedang mengunyah makanan. Sebisa mungkin Aletta menahan tawa agar Dae Hyun tidak tersinggung.

"Dae Hyun, aku boleh tanya sesuatu?"

"Boleh, tanya saja."

"Saat ini kau sudah punya pacar, belum?"

"Pacar? Hahaha, aku tidak punya pacar. Walaupun aku masih muda, tetapi sedang aku malas pacaran karena menyandang status single itu tetap asyik menurutku."

"Masa, sih?"

"Iya. Aku sedang malas pacaran. Kau harus tahu satu hal. Rasanya untuk pertama kali aku kenal dan akrab dengan lawan jenis, yaitu kau."

Mendengar ucapan Dae Hyun membuat Aletta ingin jingkrak-jingkrak sekarang juga. Dae Hyun berkata gadis pertama yang akrab dengan Dae Hyun adalah dirinya sendiri. Jujur saja, Aletta mulai jatuh hati pada Dae Hyun. Tetapi ia tak berani mengakui perasaannya.

"Terima kasih karena kau berkenan untuk mengenalku. Aku senang bertemu lawan jenis sebaik dirimu. Sebelum kenal denganmu, aku pernah dekat dengan seorang lelaki. Dia asli Korea juga, tetapi beda kampus dengan kita. Aku dan dia dekat kurang lebih sekitar enam bulan. Tapi ternyata dia memberi harapan palsu untukku. Dia dekat denganku tetapi dia berpacaran dengan gadis lain. Ah, menyedihkan sekali kisahku."

"Aku turut prihatin mendengarnya. Dia lelaki kurang ajar, ya? Anggap saja ini adalah cara Tuhan menyelamatkanmu dari cinta yang salah walaupun caranya menyakitkan."

"Ah, kau ini bijak sekali."

"Biasa saja, hehe."

"Tapi kalau aku boleh tahu, kamu suka tipe perempuan yang seperti apa, sih?"

"Aku suka perempuan yang baik, perhatian penyayang, sederhana, dan mau menerima segala kekurangan yang aku punya. Mungkin aku bukan lelaki sempurna, tapi sebisa mungkin aku berusaha untuk menjadi lelaki yang baik."

"Hm, tipe perempuan yang kamu idamkan nggak ribet, ya."

"Memang iya. Aku cari perempuan yang tulus sama aku dan aku tidak terlalu mementingkan fisik. Cantik atau tidaknya seorang perempuan, itu relatif."

"Sepertinya lelaki seperti kamu yang tidak memandang fisik seorang perempuan itu cukup langka, ya? Habisnya di zaman sekarang masih saja ada lelaki yang hanya ingin memiliki perempuan cantik tanpa memikirkan apakah perempuan itu benar-benar yang terbaik untuk dia atau tidak."

"Ya begitulah, namanya juga lelaki. Ketika aku masih sekolah, aku tidak pernah menyukai salah satu perempuan. Biasa saja. Tetapi bukan berarti aku tidak normal, ya. Belum ada perempuan yang cocok denganku."

Dae Hyun menatap jam tangan yang terletak di tangan kirinya yang menunjukkan pukul 12 siang. Berarti sudah memasuki jam makan siang. Dae Hyun berinisiatif untuk mengajak Aletta makan siang di salah satu kafe favoritnya.

"Aletta, ini sudah waktunya makan siang. Ayo makan siang denganku. Kau tenang saja, nanti biar aku yang membayar semuanya."

"Ah, terima kasih atas tawaranmu, Dae Hyun. Tapi aku mau makan siang di rumah saja.

"Ayolah. Aku mengajakmu makan siang dengan senang hati, kok."

Aletta memikirkan sejenak ajakan Dae Hyun untuk makan siang bersama. Niat lelaki itu memang baik, hanya saja Aletta tidak ingin merepotkan Dae Hyun. Karena tak kuasa menatap raut wajah Dae Hyun yang tampak memohon padanya.

"Baiklah, aku mau ikut makan siang denganmu."

Dae Hyun tersenyum senang mendengar ucapan Aletta. Tak ingin terlambat makan siang, Dae Hyun dan Aletta segera pergi meninggalkan taman kampus untuk makan siang di kafe favorit Dae Hyun.

****

 

Tak terasa sudah hampir tujuh bulan Aletta mengenal Dae Hyun. Sudah banyak hal yang mereka lakukan, mulai dari pergi ke toko buku, bermain di Everland, melihat karya seni di museum, dan juga menyantap korean street food berdua.

Tetapi sekarang ada yang aneh dari Dae Hyun. Biasanya mereka kerap berbagi pesan di Whatsapp ataupun ngobrol melalui telepon. Belakangan ini Dae Hyun tidak memberi kabar apapun pada Aletta. Aletta bingung dibuatnya. 

Kemarin ia mengirim pesan ke nomor Whatsapp milik Dae Hyun, namun tak ada balasan. Aletta baru menyadari jika dirinya lupa meminta alamat rumah Dae Hyun. Hal ini membuat Aletta kesulitan untuk menemui Dae Hyun di rumahnya. Mau tidak mau Aletta hanya bisa menunggu kabar dari teman dekatnya itu.

Aletta sedang di perpustakaan usai mengikuti salah satu mata kuliah sore ini. Novel yang dibaca Aletta adalah novel karya John Green yang berjudul The Fault in Our Stars. Asyik membaca novel, tiba-tiba ada seorang gadis yang menghampiri Aletta.

"Permisi, eonni. Kau yang bernama Aletta, bukan?" tanya gadis itu dengan sopan.

"Iya betul, saya Aletta. Kau siapa?"

"Ah, perkenalkan. Namaku Park Jieun. Aku ke sini karena ada yang ingin kubicarakan pada eonni. Ini tentang sepupu aku yang bernama Dae Hyun."

Ternyata gadis yang menghampiri Aletta di perpustakaan adalah Jieun yang merupakan sepupu Dae Hyun. Aletta langsung mempersilakan Jieun duduk di hadapannya dan juga menutup novel yang sedang ia baca.

"Jadi kau kemari untuk membicarakan tentang Dae Hyun? Ada apa dengannya?"

"Aku tahu jika belakangan ini eonni tidak mendapat kabar apapun dari sepupuku dan itu ada sebabnya,"

"Apa yang terjadi?"

"Dae Hyun merasa jika dirinya semakin dekat dengan eonni, dan ... dia sedang menghindarimu."

"Dia menghindariku? Memangnya aku salah apa?"

"Eonni tidak salah. Dae Hyun sedang ingin menghindar dari eonni karena penyakit. Iya, dia mengidap kanker hati sejak di bangku high school."

Bak tersambar petir di siang bolong, Aletta sangat terkejut kala ia mengetahui bahwa Dae Hyun mengidap penyakit kanker hati. Rasanya gadis itu tidak bisa mencerna apa yang diucapkan oleh Jieun barusan. Tolong katakan pada Aletta jika ini hanya kebohongan belaka.

"Kau tidak salah bicara, kan? Tidak mungkin kalau Dae Hyun mengidap kanker hati. Selama dekat denganku, dia tampak baik-baik saja."

"Aku tidak salah bicara, eonni. Selama dekat dengan eonni, Dae Hyun berusaha untuk terlihat baik-baik saja supaya tidak membuat eonni khawatir. Padahal kenyataannya jika sedang sendirian di kamar dia selalu merasakan sakit karena penyakit itu."

"Tolong katakan padaku, di mana sekarang Dae Hyun berada? Aku harap kau mau menjawabnya, Jieun."

"Sudah lima hari Dae Hyun dirawat di ruang ICU milik Seoul National University Hospital. Penyebabnya karena Dae Hyun ditemukan dalam keadaan pingsan oleh kedua orang tuanya. Mulutnya juga mengeluarkan darah. Aku dapat memastikan kalau dia mengalami muntah darah."

"Astaga, kasihan sekali dia. Aku harus menjenguk dia sekarang juga,"

"Betul, eonni. Kau harus menjenguk Dae Hyun sebelum terlambat. Ruang ICU yang ditempati Dae Hyun ada di lantai empat."

"Kau mau ikut denganku?"

"Maaf, aku tidak bisa ikut eonni karena aku sudah ada janji bersama temanku."

"Baiklah. Kalau begitu aku segera ke sana, ya. Terima kasih atas infonya."

"Sama-sama, Aletta eonni."

Aletta meninggalkan novel yang ia baca di atas meja perpustakaan, lalu ia memakai tas ransel di punggungnya dan bergegas pergi ke rumah sakit yang sudah diberi tahu Jieun menggunakan taksi. Aletta beruntung karena ia sudah mendapatkan taksi kosong yang kebetulan sedang melintas di hadapannya. 

Selama perjalanan menuju rumah sakit, pikiran Aletta begitu kalut. Dia sudah tahu alasan Dae Hyun belakangan ini tidak memberi kabar padanya. Dae Hyun sengaja menghindar dari Aletta supaya gadis itu tidak tahu apabila dirinya mengidap kanker hati. 

Aletta mengeluarkan ponsel dari tas ransel, kemudian jempolnya tergerak untuk membuka aplikasi Whatsapp. Dia baca obrolannya bersama Dae Hyun di room chat. Tanpa sadar kedua mata Aletta berkaca-kaca. Di saat Aletta sudah rindu terhadap Dae Hyun, ia justru mendapat kabar kurang menyenangkan dari Jieun.

Aku harus ketemu sama kamu, Dae Hyun.

Tak butuh waktu lama akhirnya taksi yang ditumpangi Aletta tiba di rumah sakit. Aletta menyerahkan dua lembar uang kepada supir taksi dan segera memasuki area rumah sakit. Untuk menuju ruang ICU lantai empat, tentu saja Aletta harus naik liftLift yang dinaiki Aletta tiba di lantai empat. 

Aletta cepat keluar dari lift agar bisa menemukan ruang ICU itu sampai kedua kakinya berhenti tepat di depan pintu ruang ICU. Karena sedang tidak ada tamu yang menjenguk Dae Hyun, perlahan Aletta membuka pintu ruang ICU. 

Kedatangannya disambut oleh pemandangan Dae Hyun yang tergolek lemah di atas ranjang rumah sakit. Sebagian wajah tampannya terhalang oleh masker oksigen yang terpasang di hidung dan mulut Dae Hyun. 

Tangan kanannya terpasang selang infus. Tidak ketinggalan pula beberapa alat medis yang digunakan untuk menunjang kehidupan Dae Hyun selama ia tak sadarkan diri. Aletta duduk di kursi kosong dekat ranjang. Dia sedih melihat keadaan Dae Hyun selemah ini. 

Hey, aku ada di sini. Kau tidak ingin melihatku?

Aletta meraba tangan kanan Dae Hyun. Dapat ia rasakan jika tangan kanan Dae Hyun begitu dingin. Sama sekali tidak terpikirkan oleh Aletta jika kanker hati hinggap di tubuh Dae Hyun. Aletta menangis sekarang juga, tepar di hadapan Dae Hyun yang masih tertidur.

Aku menyayangimu sejak pertama kali kita bertemu, Dae Hyun. 

Mendadak ada pergerakan kecil di jemari tangan kanan Dae Hyun. Aletta melihatnya dengan jelas. Dengan adanya pergerakan kecil itu Aletta berharap agar Dae Hyun segera bangun, ditambah lagi kedua mata Dae Hyun juga mengerjap secara perlahan. 

Sebentar lagi kamu pasti akan sadar. Ayolah, cepat kau buka kedua matamu.

Benar saja. Kedua mata Dae Hyun mulai terbuka dan sedang berusaha untuk menyesuaikan diri dengan pencahayaan yang ada di ruang ICU hingga kemudian mata Dae Hyun terbuka dengan sempurna, lantas ia menoleh ke arah kanan. Dae Hyun terkejut kala melihat Aletta yang duduk di samping ranjangnya, namun ia senang karena Aletta datang menjenguknya.

"H-hey," sapa Dae Hyun yang suaranya tidak begitu jelas karena masker oksigen, namun Aletta dapat mengerti ucapan Dae Hyun.

"Syukurlah kalau kamu sudah bangun. Mau aku panggilkan dokter?" tanya Aletta sambil tersenyum.

"Tidak usah, kau di sini saja."

Aletta memberanikan diri untuk menggenggam pelan tangan kanan Dae Hyun, mengingat tangan kanan itu terpasang infus. Dae Hyun sedikit kaget, tetapi tidak menepis genggaman tangan Aletta.

"Aku baru tahu soal kondisimu sepupu kau yang bernama Jieun. Kenapa kau tidak jujur saja padaku, Dae Hyun? Aku sudah kenal denganmu dan tidak ada yang salah jika kau mengaku tentang penyakitmu."

"Aletta, aku sengaja menyembunyikan hal itu karena aku tidak ingin membuatmu sedih. Aku paling tidak bisa melihat orang-orang di sekitarku bersedih. Aku juga tidak ingin kau merasa susah apabila di dekatku."

"Siapa yang merasa susah? Justru aku senang karena aku bisa kenal dengan lelaki sebaik dirimu. Kalau aku boleh jujur, aku menyayangimu."

"Tidak seharusnya kau menyayangi lelaki penyakitan yang sedang menunggu kematiannya, Aletta."

"Jangan bicara seperti itu, Dae Hyun. Aku tidak suka."

"Aletta, terima kasih karena kau bersedia menjadi temanku. Aku juga senang memiliki teman perempuan sebaik dirimu. Tapi aku harap suatu saat nanti kamu mendapatkan seorang pria yang menyayangimu dengan tulus dan pastinya pria itu tidak penyakitan sepertiku."

"Dae Hyun, bolehkah aku hanya menginginkanmu sebagai pasanganku?"

"Waktuku tidak lama lagi. Kau harus mencari seorang pria yang jauh lebih baik daripada aku. Aku juga menyayangimu, tetapi aku juga harus tahu diri."

"Apa pun kondisimu, aku terima apa adanya. Kamu adalah lelaki baik yang aku kenal walaupun kenalnya belum lama."

"Mungkin kita tidak ditakdirkan untuk bersama, tetapi aku akan selalu ada di hatimu. Kau harus hidup bahagia walaupun aku sudah tidak ada."

Aletta dapat menyaksikan wajah Dae Hyun yang semakin pucat di balik masker oksigen. Senyumnya juga begitu tipis. Tangan kanan Dae Hyun yang digenggam Aletta juga semakin dingin, padahal Aletta bermaksud untuk membuat tangan itu sedikit hangat. 

Aletta dan Dae Hyun terdiam. Lalu di detik berikutnya Dae Hyun dapat merasakan dadanya semakin sesak. Seluruh tubuhnya juga semakin dingin, begitu pula dengan kedua matanya yang serasa ingin terpejam lagi. Dae Hyun tersenyum pada Aletta. Senyuman itu membuat hati Aletta terasa hangat. 

Sampai akhirnya Dae Hyun menutup kedua matanya perlahan, bersamaan dengan bunyi alat pendeteksi detak jantung yang menunjukkan garis lurus. Aletta yang bukan mahasiswi kedokteran saja sudah tahu apa maksud dari garis lurus yang tergambar pada alat itu. 

Iya, lelaki yang ada di hadapannya sudah tidak bernyawa karena penyakit kanker hati. Air mata Aletta tumpah seketika. Dia tidak menyangka bahwa Dae Hyun pergi meninggalkannya secepat ini. Dengan gerakan refleks Aletta memeluk tubuh Dae Hyun sambil menangis.

Selamat jalan, Dae Hyun. Semoga kamu bahagia di atas sana. Terima kasih karena kamu sudah mau menerimaku sebagai temanmu. Aku janji aku akan hidup bahagia seperti yang kamu minta padaku.

 

Fin.

 

Pengarang: Vicke Alizaranny

 

Main Cast:

Jung H. as Dae Hyun

Yuki K. as Aletta