Setetes air
jatuh dari langit lalu disusul kumpulan air yang berbalapan jatuh ke bumi. Aku
lantas menepikan kendaraanku di depan sebuah bangunan tua tak berpenghuni.
Membuka tas guna mencari jas hujan barangkali aku meletakkan diantara buku-buku
pelajaran. Sial, ternyata aku tidak membawanya hari ini, batinku.
Cahaya kilat
menyambar cepat memberikan secercah terang di malam yang gelap dan pekat. Suara
guntur mulai terdengar, memekik gendang telingaku. Aku takut sekarang. Hujan
semakin deras. Udara dingin menjalar di sekujur tubuhku. Hoodie yang aku
kenakan saat ini tidak mampu menahan dinginnya malam ini. Air yang jatuh sangat
hebat membuat sepasang sepatu yang aku kenakan basah kuyup.
Aku meraba
saku rok abu-abuku dan menemukan sebuah benda pipih yang sudah basah oleh air.
Aku mengusapnya dan mencoba menghidupkan kembali ponselku. Lagi-lagi aku
diterpa sial, baterai ponselku lowbat. Sungguh malamku yang sial.
Mataku
menengadah ke langit lalu memutuskan beranjak untuk melihat-lihat sekeliling
bangunan tua itu. Konon katanya, warga sekitar sering kali melihat bayangan
hitam besar yang dikaitkan dengan kabar pembunuhan. Bangunan ini sebetulnya
gedung pemerintah desa yang memang sudah lama tidak dijamah manusia.
Dadaku terasak
sesak, kakiku lemas, tubuhku kaku. Aku teringat akan cerita kakekku, beliau
mengatakan bahwa dulunya gedung ini sering dijadikan tempat pembunuhan dan
pembuangan mayat. Cerita itu tiba-tiba memenuhi seluruh pikiranku. Segera
mungkin aku menepis pikiran itu dan mencoba berpikir positif. Tunggu! Apakah
itu bayangan hitam yang orang lain ceritakan, batinku.
Srek … srek …
srek ….
Derap langkah
kaki seseorang menambah ketakutan diriku. Aku diam tak berkutik. Semakin lama
suara itu terdengar semakin jelas. Aku tidak bisa berbuat apa-apa.
"Hai
gadis manis!"
Aku memutar
tubuh ke belakang. Netraku menangkap sesosok orang bertubuh besar, lebih besar
dariku sedang menatap jahat kepadaku.
"K—kamu
s—siapa?" tanyaku sambil ketakutan.
Orang itu
berjalan mendekat ke arahku. Langkah kakinya sangat cepat. Aku tak bisa
bergerak. Tubuhku terkunci oleh dinding bangunan.
"Hahahaha,
sepertinya kamu mangsa berikutnya," ucap orang itu dan meraih pergelangan
tanganku.
Sekuat tenaga
aku berusaha melepaskan cengkeraman tangannya. Namun, tubuhku terlalu kecil dan
tenagaku tidak sekuat sesosok itu.
"Lepas!"
teriakku.
"Tidak
akan pernah berharap lepas. Mari ikut aku!" Sosok itu menyeretku dan
membawaku menuju ke bangunan utama.
Dengan tenaga
yang tersisa, aku menggigit tangan kanannya lalu memukul badannya menggunakan
kayu yang ada. Secepatnya aku harus kabur. Sialnya lagi, aku dikepung oleh
sekelompok orang dari arah depan, samping, dan belakang. Kali ini aku tidak
bisa kabur. Aku terperangkap.
"Mau lari
kemana kamu. Kamu tidak akan bisa lari dari kita semua hahahaha."
"T—tidak!
K—kalian siapa? Mengapa menggangguku sampai begini?"
"Kamu
tidak mempunyai salah gadis manis tetapi kakekmu lah yang bersalah!"
Aku
mengernyitkan dahi. Tidak mengerti maksud perkataan mereka.
"Maksud
kalian apa?"
"Tanya
saja kakekmu itu!"
"A—aku
tidak mengerti! Tolong jelaskan dengan jelas!" teriakku dengan nada
tinggi.
"Baiklah
kalau begitu."
Salah satu
dari mereka berjalan beberapa langkah kedepan. Aku mengamatinya, mereka sangat
misterius dengan pakaian serba hitam.
"Kakekmu
terlibat dalam pembunuhan agen YIA. Di mana YIA adalah agen berbahaya yang
bekerja sama dengan mafia-mafia paling ditakuti di dunia. Kami adalah korbannya
dan kami semua sudah tiada. Satu lagi, faktanya kakekmu belum meninggal. Baru
tadi pagi dia datang dan membuang bungkus mayat. Kamu…."
"Tidak
mungkin!" teriakku.
Napasku beradu
cepat. Jantungku berdetak kencang. Aku melihat keadaan sekitar, ternyata baru
saja aku mimpi buruk. Aku mengusap wajahku dan bangkit mengambil minum lalu
melanjutkan tidur kembali.
0 Komentar
Yuk kita beropini mengenai isi post-nya~