Jujur, aku tidak berekspetasi kalau Cindy, Cia, dan Chika berdiri di depan toilet wanita seperti tadi. Syukurlah keadaan saat ini sudah mencair. Aku dan Cherly sudah menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya kepada mereka bertiga. Beruntung mereka memercayaiku dan Cherly. Apalagi Cindy. Ia merasa bersalah sudah bersikap jahat kepada Cherly.

 

“Maafin gue ya, Cher.”

 

“Apaan sih, Cin. Gue yang seharusnya minta maaf. Gue salah banget kan kemarin udah nyebarin berita yang belum tentu kebenarannya.”

 

“Tapi kan, gue juga salah, Cher. Gue gak mau denger penjelasaan dari lo. Harusnya gue denger dulu penjelasaan dari lo. Pasti gue percaya, kok. Lo emang bisa dipercaya, Cher. Mungkin gue kemarin terlalu marah, jadi yaa, begitu. Maaf, ya.”

 

 Aku melihat wajah Cherly berbinar saat mendengar ucapan Cindy. Tak lama Cherly memeluk Cindy dan Cindy pun membalas pelukan itu dengan erat. Aku, Cia, dan Chika

tersenyum lebar saat melihat mereka berbaikan. Akhirnya, masalah ini bisa diselesaikan dengan baik-baik. 

 

 •••

 

 Seminggu berlalu. Kami berlima sudah kembali bersahabat seperti dulu. Cindy juga sepertinya sudah melupakan permasalahan kemarin. Ah, intinya sekarang aku lega persahabatanku semakin hari, semakin membaik.

 

 Saat ini aku menuju lapangan basket. Seperti biasa, aku sudah membeli air mineral dingin untuk Raka. Kebetulan hari ini tim basket sekolahku sedang latihan untuk tanding minggu depan di gelanggang olah raga daerahku.

 

 Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya. Senyuman manisnya itu yang membuatku rindu. Aku ingin melihat ia senyum padaku dan menerima air mineral yang aku beri. Biasnya sih memang ia melakukan itu padaku saat aku memberinya air mineral. Hanya saja, senyuman manisnya adalah ... candu.

 

 Sesampai aku di lapangan, aku melihat raka dan ... Cherly sedang duduk berdua. Aku menghentikan langkahku. Tidak apa, mereka hanya duduk saja berdua di tribun dan ... Cherly memberi minum kepada Raka. Minuman itu, minuman favorit Raka. Ya, air mineral dingin.

 

 Kulihat mereka sedang bercanda gurau. Senyum lebar Cherly karena jokes Raka terlihat jelas dari kejauhan. 

 

 Tunggu. Apa maksudnya ini? Mengapa Cherly bisa sedekat itu dengan Raka? Atau selama ini, Cherly dekat dengan Raka? Atau jangan-jangan ... Cherly menyukai Raka? Tidak mungkin! Cherly jelas tahu bahwa aku menyukainya. Tidak mungkin kan ia menikungku?

 

 Aku membalikan tubuhku membelakangi mereka. Dadaku berdebar begitu kencang. Rasa sakit sangat terasa menyelekit di dadaku. Benar-benar tak terduga, Cherly bisa sedekat itu dengan Raka. Tetapi, aku tidak boleh berburuk sangka terlebih dahulu. Mungkin saja mereka memang dekat karena Cherly adalah salah satu anggota Cheers. Ya, aku tahu betul kalau Raka tidak nyaman berteman dengan anak-anak basket atau anak-anak Cheers lainnya. Aku juga tahu bahwa Cherly satu-satunya teman yang satu frekuensi dengan Raka. 

 

 Pikiranku tak bisa fokus. Saat ini aku sedang berjalan kembali ke kelas, tetapi pikiranku masih tertuju pada Cherly dan Raka. Ya Tuhan, mengapa harus Cherly? Dia gadis yang baik ... mungkin. Ah, aku tak tahu lagi harus bersikap bagaimana kepada Cherly. Jika aku diam saja dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, aku justru terlihat seperti teman palsu. Tetapi, jika aku bilang yang sebenarnya lalu membencinya lagi seperti kemarin, aku jadi tak enak dengannya. Ah, serba salah.

 

Bukk!!

 

“Aduh.” 

 

 Seorang lelaki menabrak bahuku. Lumayan kencang sehingga aku mengaduh kesakitan.

 

“Eh! Maaf, Ca.”

 

 Dia yang menabrakku. Dia yang pernah singgah di hatiku. Dia ... mantanku.

 

 BERSAMBUNG


Pengarang: Ziki Ramadhan