"Gue udah sampai di kafe!
Gimana, sih?" Gue sedikit berteriak dengan telepon genggam yang
menghubungkan suara gue dengan teman kampus.
Sialan. Di bulan Juni yang
mulai panas ini dia minta ketemu di kafe untuk ngerjain tugas kuliah, tapi
setelah gue nunggu hampir satu jam, ternyata dia ketiduran.
"Ah, oke deh. Kalau naik
motor, kemungkinan lo sampai sini tiga puluh menit lagi. Kalau lo mandi dan
dandan, selesainya sekitar satu jam. Jadi gue harus nunggu satu setengah jam
lagi, gitu?" Gue pasrah setengah jiwa raga.
"Bisa lebih cepet, kok.
Lebih cepet lima menit, lah. Oke, tunggu. Nanti gue bayarin makan, deh. Oke.
Bye." Karin langsung menutup sambungan teleponnya begitu saja. Sialan.
Ah, bodoamat. Gue laper. Selagi
langit di Jakarta sedang cerah-cerahnya. Matahari nampak terang-terangnya. Dan
kesialan yang menyetubuhi nasib gue hari ini. Gue harus ke toko buku
tepat di depan kafe. Cuma aroma khas buku baru yang bisa menenangkan gue di
saat seperti ini. Beruntungnya surga dunia itu tinggal gue jangkau dengan jalan
sekitar tiga sampai lima menit.
Gue mulai mencari buku yang
sudah terbuka, sekedar mencumbui mereka seperti orang gila. Sampai satu suara
yang benar-benar gue rindukan setengah mati membangunkan gue dari lamunan
ketenangan.
"April? Masih suka
menciumi buku, ya?" Sial. Dari jutaan orang di Jakarta, kenapa harus dia,
sih?
"Hehe, iya." Gue
tersenyum kaku. Berusaha nampak ramah walaupun sebenarnya ingin sekali
menggigit kepala Samuel.
"Kenapa di sini?"
Basa-basi busuk Samuel benar-benar memuakkan. Tuhan, gue mau pulang aja.
"Liat-liat aja, sih."
Gue cuma menjawab dengan jawaban seadanya.
"Jadi kapan?" Tanya
Samuel lagi. Langkahnya maju selangkah. Napas gue mulai gak beraturan.
"A-apanya?"
"Kita balikannya."
Samuel mengambil buku yang ada di tangan gue. "Buku ini gue ambil, ya?
Soalnya kena hembusan napas lo."
Sudahlah, gue cuma lari dari
toko buku itu. Masuk ke arah kafe dengan napas ngos-ngosan macam dikejar
setan.
"Kenapa, Mbak?" Tanya
seorang barista.
"Itu ada mantan saya, Mas.
Saya dikejar mulu." Gue lalu duduk dan mengambil air mineral dingin yang
disediakan di kulkas dekat kasir.
"Peletnya apa, Mbak? Kok
bisa dikejar-kejar mantan yang ganteng gitu? Saya kan juga mau." Barista
yang ada di hadapan gue langsung tersenyum ramah.
Sial. Benar-benar sial.
Penulis: Cila
0 Komentar
Yuk kita beropini mengenai isi post-nya~